Kamis 06 Aug 2015 18:15 WIB
Muktamar NU

NU dan Muhammadiyah Harus Jadi Role Model

Rep: c16/ Red: Karta Raharja Ucu
Pemimpin sidang memimpin jalannya sidang Komisi I di area muktamar Muhammdiyah ke 47 di kampus Unismuh Makassar, Sulsel,Kamis (6/8).
Foto: Republika/Prayogi
Pemimpin sidang memimpin jalannya sidang Komisi I di area muktamar Muhammdiyah ke 47 di kampus Unismuh Makassar, Sulsel,Kamis (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, menggelar hajatan akbar dalam waktu yang bersamaan. Ustaz Bendri Jaysurrahman pun berharap kedua ormas dapat menjadi role model bagi ormas lainnya dalam menjaga Ukhuwah Islamiyah.

Terkait proses berjalannya Mukatamar, Ustaz Bendri menilai kedua ormas memiliki tradisi kultural yang berbeda. “Sehigga berpengaruh pula pada tata cara pengambilan keputusan yang berbeda,” ujar Direktur Kokoh Keluarga Indonesia dan Bina Majelis Ayah ini kepada Republika, Kamis (6/8).

Menurut dia, Muhammadiyah terkenal dengan basis pemikiran dan idenya dengan mengedepankan hal-hal yang sifatnya lebih modern. Organisasi ini lebih mengutamakan musyawarah mufakat dan cenderung tidak ada intrik di dalamnya.

Sementara NU, kata Ustaz Bendri sangat kuat dengan tradisi keguyubannya yang cenderung taat kepada Kiai dan pemimpinnya. Bendri mengaku prihatin melihat kericuhan yang sempat terjadi pada Muktamar NU.

Terlepas dari pelaksanaannya, Ustaz Bendri melihat ada pihak-pihak yang berupaya untuk merusak kepercayaan umat terhadap organisasi Islam. Untuk itu, menurutnya, NU harus segera berbenah mengembalikan prinsip-prinsip perjuangan khususnya yang ditekankan oleh Hasyim Hasari untuk dijadikan sebagai pedoman.

Ustaz Bendri berpendapat, muktamar kedua ormas Islam di Indonesia ini sendiri sejatinya memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Setiap kali ulama berkumpul ada ide pemikiran yang diusulkan yang harus dicatat sebagai sumbangsih dari organisasi tersebut.

“Sumbangsihnya adalah merangkul semua golongan yangdapat menjadi masukan bagi institusi pemerintah seperti Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI),” ucap Ustaz Benri.

Muhammadiyah mewakili kalangan modernis yang cenderung berpikir secara global, sedangkan NU kuat dari tradisi kultural dan kearifan lokal. Jika unsur ini selalu bergandegan bersama, ini adalah sebuah kekuatan.

NU justru menjaga tradisi atau budaya Indonesia agar tetap terjaga orisinalitasnya salah satunya dari sisi spiritualitasnya, sisi keguyubannya, sisi gotong royongnya, itu kan mencerminkan nilai-nilai keislaman. Sementara, Muhammadiyah mengajak masyarakat berpikir modern menghadapi tantangan zaman.

“Justru keindahan dakwah Islam dapat terlihat apabila semua ormas bia merangkul semua golongan,” kata Ustaz Bendri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement