REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengatakan, saat ini rekrutmen hakim baru sedang mengalami persoalan. Hal ini lantaran seleksi pengangkatan hakim (SPH) masih memakai koordinasi MA dengan Komisi Yudisial (KY) berdasarkan Peraturan Bersama tentang Rekrutmen Calon Hakim.
"Di daerah, terutama pengadilan-pengadilan kelas dua, itu sangat kekurangan hakim. Bahkan, hakim yang sudah waktunya kita mutasi ke pengadilan yang kelasnya lebih tinggi, terpaksa kita tunda sementara," ucap Hatta Ali, di Gedung Sekretariat MA, Jakarta, Rabu (5/8).
Hatta melanjutkan, setidaknya kendala selama lima tahun terakhir ini membuat MA tak lagi merekrut calon hakim. Sebab, belum terbangun komunikasi yang sejalan dengan KY.
"Ini merupakan suara para hakim termasuk calon hakim yang ingin jadi hakim, bersuara ke IKAHI," lanjut dia.
Yang Hatta maksud, yakni protes Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) hingga mengajukan gugatan tiga paket undang-undang peradilan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Diketahui, pada Maret lalu, himpunan hakim tersebut memohon //judicial review// atas Pasal 14 a ayat (2), (3) UU No 49/2009; Pasal 13 a ayat (2), (3) UU No 50/2009; dan Pasal 14 a ayat (2), (3) UU No 51/2009. Hatta menyebut, sebelum segenap regulasi itu berlaku, hampir tiap tahun MA bisa merekrut hakim baru. "Kalau yang sebelumnya, rekrutmen tanpa KY," ujar dia.
Bahkan, Hatta Ali menegaskan, keterlibatan lembaga lain di luar MA dalam hal rekrutmen hakim akan bernilai kontradiktif. Bahkan, lanjut Hatta, MA telah diintervensi kewenangannya bila sampai lembaga lain, termasuk KY, ikut mengurus pengangkatan hakim non hakim agung.
Apalagi, peluang munculnya sikap koruptif akan terbuka lebar. "Yang saya khawatirkan, hakim ini berutang budi kepada suatu lembaga lain. Kemudian, (pimpinan) lembaga lain itu ada konflik perkara, konflik sengketa. Apakah bisa dijamin, hakim ini akan independen?" tutur dia.