REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, khawatir Presiden Joko Widodo tak membaca putusan Mahkamah Konstitusi tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Pada 2006 lalu, MK telah membatalkan pasal tersebut.
Kala itu, MK menilai pasal itu dapat menghambat upaya komunikasi dan perolehan informasi dan berpeluang menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan dan ekspresi sikap.
Namun, dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP), pemerintah justru kembali mengajukan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden untuk dihidupkan kembali.
"Saya khawatir Pak Jokowi belum baca keputusan MK tersebut. Atau malah jangan2 Pak Jokowi tidak tahu rancangan usulan pemerintah ini?" katanya lewat akun twitter pribadinya @fadlizon seperti dikutip Republika, Rabu (5/8).
Ia berpandangan, pasal penghinaan presiden tak boleh dihidupkan kembali. Usulan Pemerintah memasukkan pasal penghinaan Presiden dalam RKUHP dinilainya sebagai kemunduran hukum di Indonesia. Ditambah lagi, pasal tersebut sudah dibatalkan MK.
"Jika Presiden mengusulkan lagi psl penghinaan Presiden, sama saja Presiden membuat aturan yg bertentangan dgn konstitusi," katanya.
Ia pun menegaskan pasal penghinaan terhadap presiden tidak boleh masuk RKUHP dan harus dicabut. Menurut dia, pasal tersebut dikhawatirkan dapat menjadi instrumen pemerintah untuk membungkam pihak-pihak yang mengkritik presiden.
"Saat ini bukan zamannya Presiden takut dikritik atau diprotes olh civil society, media, intelektual, atau masyarakat umumnya," katanya.
Dalam revisi KUHP tercantum dalam Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang berbunyi, "setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Pasal selanjutnya semakin memperluas ruang lingkup Pasal Penghinaan Presiden yang tertuang dalam RUU KUHP, seperti dalam Pasal 264 yang berbunyi,
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."