REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR telah memasukkan pasal mengenai penghinaan pada presiden dalam Prolegnas 2015. Kendati demikian, pemerintah menjamin dihidupkannya kembali pasal tersebut bukan untuk membungkam rakyat, Selasa (4/8).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pasal penghinaan presiden justru untuk melindungi mereka yang kerap mengkritisi pemerintah lewat cara yang baik demi kepentingan umum. Sebab, Presiden menilai, aturan yang ada saat ini hanya pasal karet yang bisa memidanakan semua pengkritik pemerintah, tergantung pada interpretasi aparat penegak hukum.
"Kalau saya lihat di situ sebetulnya justru untuk memproteksi orang-orang yang kritis, masyarakat yang ingin melakukan pengawasan untuk tidak dibawa ke pasal-pasal karet," ujarnya di Pelabuhan Kaliadem, Pluit, Jakarta Utara, Selasa (4/8).
Jokowi menegaskan, pasal penghinaan presiden merupakan bagian dari kontrol pemerintah. Sebab, bagaimanapun, presiden sebagai simbol negara harus tetap dihormati. Namun, pasal ini tidak lantas dijadikan alat untuk memidanakan siapa saja yang mengkritik pemerintah.
"Kalau saya, sejak walikota, jadi gubernur, jadi presiden itu yang namanya diejek, dicemooh, dicaci, sudah makanan sehari-hari. Kalau saya mau bisa saja itu dipidanakan. Tapi sampai detik ini hal tersebut kan tidak saya lakukan," ucap Jokowi.
Berbicara terpisah, Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki menjelaskan, pasal tentang penghinaan presiden memang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006. Kemudian, pemerintahan SBY mengusulkan agar pasal itu kembali dihidupkan pada 2012. Namun, saat itu pembahasannya tidak tuntas sehingga dikembalikan lagi oleh DPR ke pemerintah.
Kemudian, di era pemerintahan Jokowi pasal penghinaan presiden itu kembali diusulkan dan saat ini sudah masuk dalam Prolegnas 2015. Menurut Teten, apa yang diusulkan oleh pemerintahan Jokowi kali ini tak jauh berbeda dengan draft yang pernah diusulkan pemerintah sebelumnya. Hanya saja, pasal yang pernah dicabut oleh MK tidak diusulkan kembali.
"Secara substansi sebenarnya hampir sama dengan yang diusulkan pemerintahan lalu. Bedanya pasal-pasal yang diusulkan itu tidak sama dengan yang diputus MK," ucap Teten.