Selasa 04 Aug 2015 15:43 WIB

MK Tolak Bubarkan OJK

Ketua Sidang Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (keempat kiri) membacakan putusan sidang atas gugatan UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/8).     (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Sidang Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (keempat kiri) membacakan putusan sidang atas gugatan UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/8). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena keberadaannya tidak bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945).

"Meski tidak diperintahkan oleh UUD 1945, hal tersebut tidak serta merta pembentukan OJK adalah inkonstitusional, karena pembentukan OJK atas perintah Undang-Undang yang dibentuk oleh lembaga yang berwenang," kata Anggota Majelis Hakim MK Anwar Usman saat membacakan pertimbangan Putusan Pengujian UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Selasa (4/8).

Permohonan pembubaran OJK ini dimohonkan oleh beberapa aktivis yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa yang menilai lembaga ini tidak memiliki landasan konstitusional karena hanya mendasarkan pada Pasal 34 ayat (1) UU BI sehingga bertentangan dengan UUD 1945.

Mahkamah mengatakan terdapat lembaga lain yang pembentukannya didasarkan atas perintah Undang-Undang tetapi memiliki constitutional importance seperti KPK yang dibentuk berdasarkan UU 30/2002, Komnas HAM yang dibentuk berdasarkan UU 39/1999, Komisi Penyiaran Indonesia yang dibentuk berdasarkan UU 32/2002, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang dibentuk berdasarkan UU 5/1999, dan lain sebagainya.

Anwar juga mengatakan persoalan pengaturan dan pengawasan di bidang perekonomian dan sektor keuangan baik yang bersifat macroprudential maupun microprudential dengan tujuan untuk menjaga kestabilan dan pertumbuhan ekonomi yang semula disatukan dalam kewenangan bank sentral dan saat ini dilaksanakan oleh dua lembaga, in casu BI dan OJK, merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk Undang-Undang.

"Dengan demikian pemisahan ataupun penggabungan kewenangan lembaga yang menyangkut macroprudential dan microprudential tersebut bukanlah merupakan persoalan konstitusionalitas," kata Anwar.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement