Jumat 31 Jul 2015 19:53 WIB

Tiga Nama Penantang Risma dari Demokrat

Bakal calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kiri) dan wakilnya Wisnu Sakti Buana (kanan) melambaikan tangan kepada wartawan seusai menjalani tes kesehatan di Graha Amerta, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/7).
Foto: Antara/Herman Dewantoro
Bakal calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kiri) dan wakilnya Wisnu Sakti Buana (kanan) melambaikan tangan kepada wartawan seusai menjalani tes kesehatan di Graha Amerta, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Partai Demokrat menyiapkan tiga nama bakal calon wali kota yang akan melawan pasangan Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surabaya 9 Desember 2015.

"Kami sekarang sedang mempertimbangkan tiga nama yang akan diajukan sebagai bakal calon wali kota, bukan wakil wali kota," ujar Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo kepada wartawan di Surabaya, Jumat (31/7).

Kendati demikian, ia tidak memublikasikan ketiga nama tersebut dengan alasan tidak etis karena masih harus dikomunikasikan dengan partai politik lainnya. "Sebab, tidak mungkin Partai Demokrat mengusung sendirian karena tidak memenuhi persyaratan pasangan," kata Gubernur Jatim tersebut.

Politisi kelahiran Madiun itu juga membantah bahwa pasangan yang akan dimajukan nantinya adalah calon boneka sebagai upaya barter politik antara Demokrat dengan PDI Perjuangan. Terlebih, saat ini muncul dugaan kuat adanya barter politik kedua partai tersebut untuk Pilkada Surabaya dengan Pilkada Pacitan yang sama-sama masih terdapat satu pasangan calon terdaftar, masing-masing Surabaya (PDI Perjuangan) dan Pacitan (Demokrat).

Dengan akan dimunculkannya nama calon maka Demokrat dan partai yang tergabung dalam koalisi akan mendaftarkan pasangan pada 1-3 Agustus sesuai jadwal perpanjangan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya.

Pakde Karwo, sapaan akrabnya, juga yakin pasangan petahana tidak bisa dikalahkan jika pihaknya bisa memilih calon tepat di pilkada serentak mendatang. "Petahana bukan segala-galanya, kasus Fauzi Bowo (petahana Gubernur DKI Jakarta) dan Pak Bibit (Jawa Tengah) menarik sebagai pengalaman," ucapnya.

Tidak itu saja, kata dia, adanya waktu sekitar lima bulan ini masih sangat memungkinkan untuk membalikkan semua prediksi dan mempengaruhi survei ke masyarakat Surabaya. Ia mencontohkan saat Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2013, yang mana survei terhadap Soekarwo selalu mencapai 70 persen, baik tingkat elektabilitas maupun popularitas, bahkan menguat hingga 93 persen saat tahap pengenalan.

"Tapi, saat Bu Khofifah menyatakan diri maju dan bersaing maka hasil survei nama saya turun sampai tinggal 47 persen, dan Bu Khofifah 37 persen. Saya yakni Surabaya akan seperti itu," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement