REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyiapkan teknologi 'coal upgrading' dan 'coal blending' untuk mengefisiensikan kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara. "Mayoritas pembangkit listrik saat ini masih berbahan baku batubara. Sangat ini kecil sekali penggunaan energi baru terbarukan," kata Kepala Balai Besar Teknologi Energi BPPT Andhika Prastawa, Rabu (30/7).
Menurut Andhika, defisit listrik bisa lebih cepat terjadi dari perkiraan dari yang seharusnya 2019 menjadi 2018 atau bahkan di 2017 jika komposisi pembangunan pembangkit listrik tetap sama seperti saat ini. Saat ini produksi batubara sekitar 400 juta ton per tahun, hanya sekitar 23 persen digunakan untuk konsumsi dalam negeri dan sebagian besar sekitar 77 persen untuk ekspor. Meski cadangan batubara untuk dalam negeri mencukupi,yang tersedia berkualitas rendah.
Diperlukan teknologi yang tepat jika tetap menggunakan batubara sebagai bahan bakar PLTU, mengingat penggunaannya akan bertambah besar jika batubara berkualitas rendah yang digunakan. "Tiga teknologi sedang kita siapkan untuk pengguna PLTU dengan batubara. Ini untuk meningkatkan efisiensi sehingga juga akan berdampak positif terhadap lingkungan," katanya.
Selain coal upgrading dan coal blending, BPPT sedang menyiapkan teknologi lain yaitu pembangkit listrik super kritikal boiler, yang diyakini dapat mengatasi permasalahan kualitas batubara serta dampak lingkungan hidup akibat pembakaran batubara.