Rabu 29 Jul 2015 21:42 WIB

Kekeringan Meluas, 12 Provinsi Darurat Air

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ilham
Tanah kering di kawasan gersang Rusun Marunda, Jakarta Utara, Kamis (25/9).Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memperdiksrta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi akan mengalami kekeringan hingga Oktober mendatang.
Tanah kering di kawasan gersang Rusun Marunda, Jakarta Utara, Kamis (25/9).Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memperdiksrta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi akan mengalami kekeringan hingga Oktober mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekeringan di musim kemarau semakin meluas. Hingga akhir Juli 2015, sebanyak  12 Provinsi di seluruh Indonesia mengalami krisis air. Kekeringan tersebar di 526 Kecamatan dalam 77 Kabupaten dan Kota.

“Ada 12 Provinsi yang mengalami kekeringan, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), NTT, Sumatra Selatan (Sumsel), Daerah Yogyakarta, Sulawesi Selatan (Sulsel), Lampung, hingga Bali,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, Rabu (29/7).

Ia mengatakan, fenomena El Nino membuat wilayah seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin defisit air. Bahkan, berdasarkan data BMKG, selama 60 hari terakhir hujan tidak turun di wilayah tersebut. "Sebanyak 77 kabupaten/kota itu tidak turun hujan," katanya.

Diperkirakan, defisit air akan semakin bertambah karena bertambahnya jumlah penduduk, degradasi lingkungan, hingga perubahan iklim. Otomatis, kata dia, penduduk membutuhkan air lebih banyak. Sehingga, BNPB melakukan dua cara untuk mengatasi kekeringan hingga datangnya musim penghujan.

“Jangka pendeknya kami menyalurkan distribusi air dengan tanki air, perbaikan sumur bor, pompanisasi, pembangunan badan air hujan. Selain itu, pembuatan embung, daerah aliran sungai (DAS), hingga hujan buatan kalau perlu,” katanya.

 

Sementara, upaya jangka panjang adalah membuat waduk untuk menampung air hujan sebanyak-banyaknya, dan rehabilitasi hutan yang ada. Untuk merealisasikannya, butuh waktu sekitar 30 tahun.

Pihaknya mengaku sudah menyiapkan Rp 75 miliar yang berasal dari dana siap pakai yang akan diberikan ke Badan Nasional Penanggulangan Daerah (BPBD) sesuai permintaan. Padahal, dia melanjutkan, anggaran yang disiapkan untuk kasus ini pada tahun lalu hanya sebesar Rp 50 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement