REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) diminta membuka layanan pengaduan politisasi birokrasi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang akan digelar 9 Desember 2015.
"Menteri PAN dan RB tidak cukup hanya mengeluarkan seruan kepada para pegawai negeri sipil agar netral untuk mencegah politisasi birokrasi di daerah-daerah penyelenggara pilkada," kata Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Kendari, Senin (27/7).
Menteri PAN dan RB kata dia, perlu membuka layanan pengaduan masyarakat tentang keterlibatan PNS dalam mempengaruhi pemilih dan memberikan sanksi tegas bagi PNS yang ikut melibatkan diri dalam pilkada. "Melalui layanan pengaduan, masyarakat sipil bisa melaporkan keterlibatan PNS dalam pilkada sehingga Kementerian PAN dan RB bisa lebih mudah mengetahui PNS yang terlibat dalam pilkada," katanya.
Menurut dia, politisasi birokrasi di beberapa daerah sangat rawan terjadi, karena sebagian besar calon kepala daerah masih incumbent dan mantan penjabat bupati. Apalagi, menurut dia, ada calon kepala daerah yang masih keluarga atau kerabat bupati petahana.
"Oleh karena itu, untuk mencegah politisasi birokrasi, Menteri PAN dan RB harus membuka layanan penganduan masyarakat tentang keterlibatan PNS dalam mempengaruhi pemilih," katanya.
Menurut dia, tanpa layanan pengaduan dan pemberian sanksi tegas bagi para PNS, politisiasi birokrasi sulit dibendung. Para PNS, kata dia, akan berjuang sekuat tenaga agar calon kepala daerah yang dijagokan bisa terpilih.
"Kalau jagoan para PNS terpilih menjadi kepala daerah, maka PNS yang bersangkutan berharap akan menduduki jabatan tertentu di birokrasi pemerintahan dan itu sudah pasti akan menjadi janji para calon kepala daerah kepada para PNS," katanya.