REPUBLIKA.CO.ID, BOJONEGORO -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, memberlakukan darurat bencana kekeringan untuk menghadapi ancaman bencana kemarau (musim kering) yang sudah mulai terjadi di daerah setempat.
"Darurat bencana kekeringan mulai diberlakukan sejak Rabu (21/7) berdasarkan keputusan Bupati Bojonegoro Suyoto," kata Kasi Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, Sukirno, Sabtu (25/7).
Ia menjelaskan darurat bencana kekeringan diberlakukan dengan mempertimbangkan ancaman kekeringan akan berlangsung lebih lama dibandingkan dengan musim kering pada tahun-tahun lalu.
"Kemarau di daerah kami sudah mulai berlangsung sejak Juli dan diperkirakan baru akan berakhir pada Oktober mendatang," jelas dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, berbagai persiapan dalam menghadapi ancaman kekeringan dengan dampak yang akan menimpa warga yang mengalami kesulitan air.
"Upaya yang sudah dilakukan dengan melibatkan berbagai instansi terkait untuk pendistribusian air bersih, selain membuat sumur bor air tanah di daerah yang mengalami kekeringan, tapi memiliki potensi sumber air," katanya.
Menurut dia, pendistribusian air bersih dilakukan bersama Disnakertransos dan juga melibatkan sejumlah perusahaan minyak.
"Data yang kami terima menyebutkan kesulitan air akan dialami 1.927 kepala keluarga (KK) pada 17 desa yang tersebar di 11 kecamatan, antara lain, Kecamatan Kedungadem, Temayang, Sekar, Bubulan, Padangan," katanya.
Sesuai data di BPBD setempat, kesulitan air bersih yang terjadi tahun lalu melanda 122 desa yang tersebar di 21 kecamatan dengan jumlah warga terdampak 20.282 kepala keluarga (KK).