Sabtu 25 Jul 2015 18:46 WIB

Komat: Perda Diskriminatif di Tolikara Rusak Keutuhan

Rep: c32/ Red: Damanhuri Zuhri
Pembakaran masjid (ilustrasi)
Foto: Republika Online/Mardiah
Pembakaran masjid (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dugaan diberlakukannya peraturan daerah (perda) beragama di Kabupaten Tolikara masih menyisakan perdebatan karena isi perda dinilai diskriminatif. Tim Komite Umat (Komat) untuk Tolikara mengakui menemukan informasi tersebut selama berada di Tolikara.

“Berdasarkan informasi yang kami terima itu (perda beragama) ada. Kami menganggap perda itu akan rusak keutuhan,” kata juru bicara Komat, Adnin Armas kepada Republika, Sabtu (25/7).

Perda tersebut dinilai dapat merusak keutuhan karena sangat bertentangan dengan Undang-undang. Nantinya, lanjut dia, jika hal tersebut berlaku maka di setiap kabupaten bisa terjadi negara dalam negara.

Selain itu, isi perda tersebut juga akan merusak kerukunan umat beragama khususnya yang ada di Tolikara. “Kalau perdanya melarang membuat rumah ibadah agama lain maka akan meruntuhkan apa yang kita katakan selama ini sebagai kerukunan,” jelas Adnin.

Ia menganggap kerukunaan tidak akan ada jika perda tersebut membawa efek domino di Tolikara. Menurutnya, Papua tidak bisa dilepaskan dari Indonesia sehingga harus mengikuti hukum yang ada kecuali Papua memang mau merdeka.

Untuk itu, ia berharap perda tersebut harus dibatalkan dan dituntaskan permasalahannya. Adnin mengkhawatirkan perda tersebut akan meruntuhkan persatuan dan kesatuan Indonesia dan menimbulkan konflik horizontal di berbagai daerah.

Diketahui, perda yang diduga sudah disahkan Bupati Tolikara tersebut berisikan pelarangan untuk membangun rumah ibadah agama lain.

Bahkan, sebelum insiden penyerangan di Tolikara ada surat edaran dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang berisikan larangan ibadah Hari Raya Idul Fitri di Tolikara dan melarang umat Muslim menggunakan jilbab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement