REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun 2007 para ilmuwan menggunakan terapi gen mutakhir untuk memulihkan penglihatan pasien yang buta pada satu matanya. Periset kini menunjukkan, otak para pasien ini membentuk hubungan baru karena kemampuan baru mereka untuk melihat.
Dalam percobaan klinis tahun 2007, Dr. Jean Bennett seorang ahli mata dari Universitas Pennsylvania menggunakan terapi gen untuk memulihkan penglihatan pasien yang mengalami kebutaan pada satu matanya.
"Anak-anak yang terlibat dalam studi dituntun orang tua mereka dan setelah perawatan mereka bisa melakukan hal-hal seperti bersepeda ke rumah teman mereka dan berolah raga. Itu perubahan yang sangat dramatis," ungkap Bennett.
Periset lainnya Manzar Ashtari mengatakan, "Menurut saya tentu perubahan dramatis seperti itu, dari tidak melihat menjadi bisa melihat, pasti sangat berdampak pada otak dan memutuskan untuk mengamati kalau-kalau bisa melihat perbedaan pada otak."
Manzar Ashtari bersama Bennett melihat kesempatan untuk mengamati peran otak dibalik kemampuan mata untuk melihat.
Jadi dua tahun setelah operasi, ia memindai otak 10 pasien untuk melihat jaringan dari mata ke visual cortex yang memproses penglihatan. Ia membandingkan mata yang dirawat dengan yang tidak dirawat dan juga memindai orang-orang yang matanya normal.
"Jaringan dari mata yang dirawat hampir serupa dengan jaringan orang yang matanya normal. Jaringan lain dari mata yang tidak dirawat sangat lemah dan tidak kelihatan normal," tambah Ashtari.
Setelah menyelesaikan studi mereka yang diterbitkan dalam Science Translational Medicine, para periset melakukan terapi gen pada mata pasien. Ashtari mengatakan bahwa ia mendapati respon otak yang mencengangkan.
Studi-studi pada kucing dan monyet menunjukkan bahwa otak mereka mampu membentuk jaringan baru setelah penglihatan pulih. Tapi ini merupakan studi pertama yang menunjukkan, ini juga bisa terjadi pada otak manusia.
Ashtari dan Bennett terkejut melihat perubahan-perubahan ini pada seorang pasien yang sudah berusia 45 tahun karena pasien itu dianggap sudah melampaui “rentang usia kritis” untuk regenerasi jaringan otak.
Cheri Wiggs seorang pakar syaraf-syaraf penglihatan yang tidak terlibat dalam studi ini mengatakan, penemuan dari hasil studi ini akan membuka riset bidang-bidang baru.