Rabu 22 Jul 2015 18:33 WIB

Mendagri Belum Berencana Beri Sanksi Bupati Tolikara

Sisa-sisa masjid Tolikara yang dibakar
Sisa-sisa masjid Tolikara yang dibakar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo belum berencana memberikan sanksi kepada Bupati Tolikara Usman Wanimbo, terkait insiden penyerangan jamaah salat Idul Fitri serta pembakaran kios-kios dan masjid pada 17 Juli lalu.

"Kami belum berencana, kami lebih akan mengkaji dan menyiapkan permendagri supaya pejabat daerah berkoordinasi dengan aparat intelijen daerah untuk deteksi dini," katanya di Jakarta, Rabu (22/7).

Tjahjo melanjutkan, pihaknya masih mengkaji apakah peristiwa yang menyebabkan satu orang tewas, belasan luka-luka, serta puluhan kios dan rumah serta rumah ibadah terbakar terjadi karena kelalaian kepala daerah.

"Ini sedang kami telaah, kelalaiannya dalam apa, kalau bencana alam kan tidak bisa begitu saja diberikan sanksi, karena kerusuhan sosial juga tidak bisa," ujarnya.

Terkait antisipasi meluasnya konflik dalam negeri pascainsiden Tolikara, Mendagri menerbitkan surat edaran untuk meningkatkan toleransi kehidupan umat beragama.

"Secara keseluruhan untuk kepala daerah, kami membuat surat edaran agar mengantisipasi hal-hal yang berkaitan dengan toleransi agama, memerankan daerah rawan teroris, rawan bencana, supaya lebih cermat dan antisipatif," jelasnya.

Sementara Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Mayjen TNI Soedarmo mengatakan Kemendagri sedang mempertimbangkan pengaturan sanksi bagi kepala daerah karena gagal menjaga keamanan di daerahnya.

"Menurut Undang-undang (Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah), itu menjadi tanggung jawab kepala daerah. Perlu memang ada aturan mengenai sanksi khususnya terkait penanganan konflik," katanya.

Konflik di Tolikara bermula dari adanya surat edaran Pengurus Gereja Injili di Indonesia (GIdI) Wilayah Tolikara yang melarang umat Islam di sana menggelar Shalat Idul Fitri dan menggunakan jilbab, berdasarkan peraturan bupati terkait tata cara beribadah.

Terkait akan hal itu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Soedarmo mengatakan peraturan tersebut sudah disetujui oleh DPRD dan bupati setempat.

"Peraturan itu sudah disetujui Bupati dan DPRD di sana, tapi pengajuannya ke Provinsi (Papua) belum. Peraturan itu kemungkinan dari 2013, makanya ini akan diselidiki lagi keberadannya," ujarnya.

Oleh karena itu, Kemendagri masih menyelidiki perihal keberadaan peraturan tersebut, apakah tingkatannya peraturan bupati atau peraturan kepala daerah.

"Perda itu harus direvisi, jangan sampai mendiskreditkan dan melanggar hak asasi manhsia. Kalau belum sah ya jangan dijadikan rujukan," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement