REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komite Umat (Komat) untuk Tolikara, Mustofa B Nahrawardaya mengatakan kelompok Gereja Injili di Indonesia (GIdI) di Papua, tidak hanya menerapkan sikap intoleran terhadap umat Isalam saja.
Akan tetapi, katanya kelompok GIdI juga kerap memaksakan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran yang mereka anut terhadap pemeluk agama lain, termasuk terhadap pemeluk Nasrani sendiri.
"GIdI ini kan berbeda sekali dengan kelompok-kelompok lain. Bahkan tidak hanya kelompok Islam (yang menjadi korban), tapi kelompok Nasrani juga jadi korban di sana. Mereka larang apa yang tidak sesuai dengan yang mereka anut," katanya kepada Republika, Rabu (22/7).
Dalam pembicaraan antara aktivis KOMAT dengan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin tadi pagi, Mustofa menjelaskan bahwa GIdI ini dinilai sebagai kelompok mayoritas di Tolikara, namun tidak mampu merangkul semua kelompok-kelompok minoritas yang ada di sana.
Ia melanjutkan, karena mayoritas, GIDI justru terkesan memaksakan kehendak kepada kelompok minoritas. Meski juga melakukan hal yang sama terhadap kelompok minoriotas lain, akan tetapi kata Mustofa Islam lah yang kerap menjadi sasaran intoleran dari GIDI.
Mustofa menyebut sudah lima tahun umat Islam dilarang menggunakan pengeras suara untuk ritual-ritual ibadah. "Islam memang yang paling sering jadi korban. Pengeras suara di masjid itu sudah lima tahun dilarang," ujarnya.
Meski begitu, Mustofa menegaskan persoalan penyerangan terhadap Islam di Tolikora bukanlah persoalan antara Islam dengan Kristen. Sebab kata Mustofa, saat Islam dilarang mengenakan pengeras suara di rumah ibadah justru mendapat dukungan dari umat Nasrani yang tidak tergabung di dalam GIDI.
"Ini hanya persoalan dengan GIDI saja. Bukan konflik antara Islam dengan Kristen," tegasnya.