REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Para ulama di Nusa Tenggara Timur (NTT) menyambut gembira pelaksanaan 1 Syawal 1436 Hijriah secara serentak oleh umat Islam Indonesia, seperti halnya dengan penetapan awal Ramadhan pada 17 Juni 2015. "Ini sebuah kesempatan yang berahmat, karena tidak ada lagi perbedaan antara muslim NU dan muslim Muhammadiyah di Tanah Air," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah NTT H Abdul Kadir Makarim, Kamis (16/7).
Ia menyampaikan rasa terima kasihnya kepada peserta sidang isbat, pada Kamis (16/7) petang yang berhasil menetapkan 1 Syawal 1436 H pada 17 Juli 2015, setelah mempertimbangkan pendapat dari para pihak. Meskipun di beberapa tempat hilal belum berhasil terlihat, tetapi akhirnya disepakati dengan mengacu pada titik-titik yang sudah melihat hilal. Karena berdasarkan penghitungan hisab, hilal ada di posisi 3 derajat di atas ufuk atau cakrawala sehingga hilal dapat dilihat perukyat.
Menurut dia, ilmu hisab-rukyat (perhitungan dan pengamatan) dalam lingkup ilmu falak (terkait posisi dan gerak benda-benda langit) adalah ilmu multidisiplin yang digunakan untuk membantu pelaksanaan ibadah.
"Setidaknya ilmu hisab-rukyat merupakan gabungan syariah dan astronomi. Syariah membahas aspek dalilnya yang bersumber dari Al-Quran, Hadits, dan ijtihad ulama. Sementara Astronomi memformulasikan tafsiran dalil tersebut dalam rumusan matematis untuk digunakan dalam prakiraan waktu," katanya.
Dosen Agama Ilam pada Universitas Muhammdiyah Kupang itu menguraikan pada zaman sahabat dikembangkan sistem kalender dengan hisab (perhitungan astronomi) sederhana yang disebut hisab Urfi (periodik) yang jumlah hari tiap bulan berselang-seling 30 dan 29 hari. Bulan ganjil 30 hari dan bulan genap 29 hari. Maka Ramadhan semestinya selalu 30 hari, tetapi rukyat tetap dilaksanakan untuk mengoreksinya.
Dengan perkembangan ilmu hisab/astronomi, hisab urfi mulai ditinggalkan, kecuali oleh kelompok-kelompok kecil yang tak tersentuh perkembangan ilmu hisab, seperti kelompok Naqsabandiyah di Sumatera Barat.
Dari hisab urfi, berkembang hisab Taqribi (pendekatan dengan asumsi sederhana). Misalnya tinggi bulan hanya dihitung berdasarkan umurnya. Kalau umurnya 8 jam, maka tingginya 8/2 = 4 derajat, karena secara rata-rata bulan menjauh dari matahari 12 derajat per 24 jam.