REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Jajaran Koalisi Majapahit yang beranggotakan enam parpol (Demokrat, Gerindra, PAN, PKB, PKS dan Golkar) di Kota Surabaya menilai terbitnya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 Tahun 2015 tentang pencalonan kepala daerah yang berpotensi Pilkada Surabaya 2015 ditunda hingga 2017 lebih rasional.
"Sejak awal sudah kami katakan yang paling rasional Pilkada Surabaya digelar 2017," kata Ketua Kelompok Kerja Koalisi Majapahit A.H. Thony kepada Antara di Surabaya, Kamis (16/7).
Menurut dia, terbitnya PKPU 12/2015 yang bisa berpeluang Pilkada digelar 2017 tidak istimewa. "Kalau penundaan ini saya sudah tidak kaget karena belum diubah pun rasanya waktu yang paling rasional, ya, tahun 2017 itu," ujarnya.
Hanya saja, lanjut dia, kalau kembali kepada diskursus (perdebatan) yang telah disampaikan dan dibantah oleh banyak pihak, mulai dari pengamat politik, komisioner KPU, praktisi hukum sampai dengan adanya pihak yang menuding sebagai penyanderaan atau pembegalan pilkada, setelah munculnya regulasi ini kira-kira siapa yang hipotesanya sesuai dengan realitas.
"Tapi dari sisi terjadinya perubahan PKPU ini sendiri, saya sangat menyesalkan. Kita harus ingat, PKPU 9 Tahun 2015 itu baru berapa lama terbit kok sudah dikoreksi. Ini kan menjadi bukti kegagalan mereka dalam memahami realitas kebutuhan pilkada, menjadi bukti bahwa betapa tidak visionernya pikiran mereka," ujarnya.
Melihat fakta politik yang ada saat ini, Koalisi Majapahit melihat bahwa proses rekrutmen memang masih belum selesai karena melakukan penjaringan nama bakal calon wali kota dan wakil wali kota tidak boleh buru-buru, harus lebih selektif dan hati-hati.
"Karena yang akan dijaring ini tidak untuk calon boneka, tapi kita sadar bahwa bahwa calon ini akan disajikan untuk menjawab kepentingan orang se-Surabaya," katanya.
Namun demikian, lanjut dia, dengan munculnya PKPU yang baru pihaknya juga bersyukur karena dengan begini prasangka buruk yang muncul dari banyak pihak akan berkurang, bukan hilang tapi berkurang.
Selain itu, lanjut dia, waktu mundur yang diperlukan karena faktor kesulitan kita untuk mengkoordinasikan tentang bakal calon kepada enam partai ini bisa terlegitimasi.
Sehingga, lanjut dia, kontestasi kedepan akan terasa lebih berimbang karena popularitas petahana diprediksi akan menurun dan calon yang baru memiliki waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi.
"Terakhir yang paling penting masyarakat mendapatkan calon-calon yang sama-sama memiliki calon yang berkualitas," ujarnya.