REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Thamrin Latuconsina menyatakan pemerintah menyiapkan Perpres pakaian bekas. Di perpres itu, nantinya juga akan mengatur penanganan untuk peredaran pakaian bekas yang terjadi di dalam negeri.
Selama ini, pemerintah masih kesulitan untuk membuktikan di pengadilan apakah pakaian tersebut merupakan pakaian impor bekas atau tidak dikarenakan barang tersebut masuk secara ilegal ke Indonesia.
Salah satu kasus adalah terdapat sebanyak 23 kontainer atau kurang lebih setara dengan 5.100 ball pakaian bekas di Sidoarjo yang berada dalam pengawasan Bea Cukai Surabaya. Namun, BC Surabaya kalah dalam proses praperadilan di Pengadilan Tinggi sehingga pakaian tersebut diperintahkan untuk dikembalikan yang nantinya akan diedarkan ke pasar dalam negeri oleh pemiliknya.
"Jika hanya Permendag saja tidak akan cukup, itu hanya mengunci agar tidak bisa impor. Untuk mengatasi yang beredar sedang dirumuskan payung hukumnya," kata Thamrin.
Thamrin menambahkan untuk menangani pakaian impor bekas ilegal tersebut bukan perkara mudah karena pemerintah masih kesulitan untuk membuktikan bahwa pakaian tersebut memang ilegal jika tidak ada pengakuan dari pelaku.
"Kasus yang di Surabaya, pakaian bekas itu diperdagangkan antarpulau. Hakim mempertimbangkan bahwa fakta dan dasar hukum untuk penangkapan barang dari antarpulau tersebut kurang kuat sehingga dikembalikan ke pemiliknya," ujar Thamrin.
Sesungguhnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, impor barang harus dalam keadaan baru. Sementara untuk pakaian bekas, Kementerian Perdagangan telah melarang importasinya melalui Kepmenperindag No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya.
Selain itu juga melalui Kepmenperindag No. 642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I Kepmenperindag No. 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya.