Jumat 10 Jul 2015 16:41 WIB

'Keluarga Petahana Ikut Pilkada Bukanlah Kejahatan'

Rep: C23/ Red: Bayu Hermawan
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).
Foto: Antara
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dan tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melegalkan keluarga dan kerabat petahana ikut dalam Pilkada sudah tepat.

Karena menurutnya, sesuai pasal 27 dan 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 setiap orang dan warga negara memiliki derajat dan posisi yang sama dalam hukum dan pemerintahan.

"Jadi ketika setiap warga negara sama di mata hukum dan pemerintahan, berarti sudah jelas bahwa petahana bukanlah suatu kejahatan," jelasnya pada Republika, Jumat (10/7).

Ia melanjutkan, siapapun boleh maju dalam Pilkada selama orang-orang tersebut memang memiliki kapasitas dan lolos dalam seleksi yang ketat.

Asep menerangkan jika ada aturan yang melarang kerabat petahana ikut dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), hal itu justru membahayakan nilai dan esensi demokrasi.

"Tidak ada namanya demokrasi dan partisipasi," ujarnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pilkada.

Uji tersebut berkaitan dengan konstitusionalitas aturan bagi calon kepala daerah agar tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana dalam Pilkada.

Dalam pertimbangannya juga disebutkan bahwa UUD 1945 memberikan hak yang sama kepada seluruh warga negara untuk menggunakan hak konstitusionalnya, yakni hak untuk dipilih, sehingga materi dalam pasal tersebut jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan terdapat muatan diskriminatif kepada warga negara.

Dalam putusannya, MK menilai materi yang ada dalam pasal 7 huruf r tersebut bertentangan dengan undang-undang dasar (UUD 1945) yakni pasal 28 J, di mana terdapat muatan diskriminatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement