REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri kembali mengingatkan para pengusaha agar segera membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para pekerja/buruh, Jumat (10/7) ini. Sebab, hari ini merupakan tenggat (deadline) pembayaran THR sesuai peraturan yakni 'H-7' lebaran.
"Kita ingatkan kembali bahwa hari ini adalah batas akhir pembayaran THR. Jadi para pengusaha wajib membayarkan THR kepada para pekerja/buruhnya," kata Menaker dalam keterangan pers Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Jumat.
Menaker telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 7/MEN/VI/2015 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Himbuan Mudik Lebaran Bersama.
Surat edaran tertanggal 3 Juni 2015 tentang pembayaran THR dan Mudik Lebaran itu ditujukan kepada para gubernur dan para bupati dan wali kota di seluruh Indonesia.
Dalam surat edaran itu Menaker meminta kepada para Gubernur/ Bupati/Wali Kota untuk memerhatikan dan menegaskan kepada para pengusaha di wilayahnya agar segera melaksanakan pembayaran THR tepat waktu dan sesuai dengan peraturan.
Menaker mengatakan pemerintah terus mendorong perusahaan-perusahaan agar membayarkan langsung THR kepada para pekerjanya.
"Sesuai ketentuan kan pembayaran THR itu waktunya paling lambat yaitu 'H-7' lebaran. Bila Lebaran jatuh pada tanggal 17 Juli nanti maka 10 Juli adalah batas akhir pembayaran THR," tutur Hanif.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan telah mendirikan Pos Komando (Posko) Pemantauan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan tahun 2015.
Posko-posko pemantauan THR serupa juga didirikan di kantor dinas tenaga kerja tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Lokasi Posko Pemantauan THR Kemnaker berada di 'Operation Room' Dirtjen PHI dan Jamsos Lantai 8 Gedung A kantor Kementerian Ketenagakerjaan Jalan Gatot Subroto Kav 51 Jakarta Selatan.
Posko ini bisa dihubungi melalui telephone (021) 5255859, Fax: (021) 5252982 serta e-mail: [email protected]. Selain memantau pembayaran THR, posko pemantauan THR siap melayani permintaan informasi, memberikan penjelasan aturan THR serta menerima pengaduan dari pekerja, perusahaan maupun masyarakat umum.
Posko THR juga bertugas menangani dan menjembatani sengketa pembayaran THR antara pekerja/buruh dengan perusahaan. "Kita telah instruksikan kepada posko-posko THR di tingkat pusat dan daerah agar lebih bersiap lagi menerima berbagai pengaduan yang terkait dengan masalah pembayaran THR," ucap Hanif.
Menaker mengatakan posko-posko THR di tingkat pusat dan daerah telah dibentuk sejak awal bulan Ramadhan. Namun menjelang batas waktu paling lambat pembayaran THR yaitu 'H-7' sebelum Hari Raya Idul Fitri 1436 H, posko-posko THR itu diminta agar lebih bersiap dalam memberikan pelayanan secara maksimal.
"Kita optimalkan keberadaan Posko THR ini untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pembayaran THR di pusat dan daerah, terutama terhadap aspek ketepatan waktu dan besaran nilai THR yang diterima pekerja/buruh," ujar Hanif.
Bila menemukan hal-hal yang dianggap merugikan, para pekerja/buruh dan masyarakat dapat mengadukan permasalahannya kepada dinas-dinas tenaga kerja di daerah masing-masing ataupun melaporkannya ke Posko THR Kemnaker.
"Posko THR ini dibentuk untuk menampung dan menyelesaikan pengaduan THR dari pihak pekerja/buruh. Namun, perusahaan ataupun masyarakat yang butuh informasi lengkap mengenai pembayaran THR pun akan dilayani secara optimal," imbuh Hanif.
Hanif menegaskan THR keagamaan merupakan hak pekerja yang wajib dibayarkan oleh para pengusaha. Pembayaran THR harus dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
"Kepastian pembayaran tepat waktu akan membuat pekerja/buruh dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Sehingga diharapakan memacu peningkatan produktivitas perusahaan dan juga menjaga suasana Hubungan industrial yang kondusif," tambah Hanif.
Menaker mengatakan pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan yang dibayarkan tepat waktu sangat bermanfaat dalam membantu para pekerja/buruh dan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan pada Hari Raya Keagamaan secara lebih leluasa dan tenang.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, maka setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh, wajib untuk memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih. Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja tiga bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional dengan menghitung jumlah bulan kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah. Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dari ketentuan diatas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.