REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK – Peraturan Pemerintah Jaminan Hari Tua (PP JHT) yang mulai diberlakukan pada 1 Juli 2015 telah mengalami penolakan dari berbagai pihak. Salah satu penyebabnya karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah sehingga tampak begitu mendadak bagi masyarakat.
Dengan banyaknya penolakan itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri pun mengungkapkan pihaknya dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun berusaha untuk mencari jalan keluar. “Presiden memberikan solusi agar PP JHT direvisi kembali,” terang Hanif saat berkunjung ke perusahaan perkebunan sawit, PT Bumi Pratama Khatulistiwa Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (9/7).
Mengenai revisi PP JHT, Hanif menjelaskan, peraturan lama akan tetap berlaku kepada para pekerja atau buruh yang telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum 1 Juli 2015. Maksudnya, kata dia, mereka bisa melakukan pencairan dana JHT dengan syarat yang telah ditentukan.
Dalam hal ini, lanjutnya, mereka sudah memenuhi syarat kepesertaan selama lima tahun dan dana akan cair dengan masa tunggu satu bulan. “Dananya bisa diambil 100 persen,” jelas Hanif.
Kemudian, Hanif juga mengungkapkan perihal para pekerja atau buruh yang mengalami PHK setelah 1 Juli 2015. Menurutnya, pencairan dana JHT mereka harus menunggu masa perevisian PP JHT selesai terlebih dahulu. Oleh sebab itu, Menteri Hanif berharap PP JHT ini bisa selesai sesegera mungkin.
Seperti diketahui, sejumlah masyarakat melakukan petisi kepada pemerintah tentang PP JHT yang mulai diberlakukan pada 1 Juli 2015. PP ini menerangkan, pencairan dana JHT bisa dilakukan setelah masa kepesertaan 10 tahun. Padahal peraturan sebelumnya menyebutkan pencairan dana JHT bisa dilakukan dengan masa kepersataan lima tahun dengan masa tunggu satu bulan.