Rabu 08 Jul 2015 15:52 WIB

Fadli Zon: Perpres Antikriminalisasi Pejabat Masuk Akal

Rep: C14/ Red: Ilham
Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah segera merancang Peraturan Presiden (Perpres) turunan dari Undang-Undang No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dengan Perpres itu, akan ada aturan yang melindungi pejabat negara dari tuntutan pidana atas terobosan kebijakan (diskresi) yang dilakukannya.

Alasannya, cukup banyak pejabat di daerah yang kurang optimal dalam menggunakan dana dari pusat. Mereka takut menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk proyek pembangunan infrastruktur di daerahnya lantaran rentan dikriminalisasi.

Menurut Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dalam UU No 30/2014 sendiri sudah disebutkan perihal diskresi dan dampaknya. Yakni, membuat agar pejabat negara yang teledor administrasi kebal tuntutan hukum pidana. Karena itu, lanjut dia, pemerintah tak perlu ragu-ragu untuk menurunkan Perpres dari regulasi itu.

"Masalah diskresi tertentu yang masuk akal, saya kira, perlu lah. Kita ingin pejabat daerah tidak dikriminalkan oleh persoalan administratif yang minor. Misalnya, karena tenggang waktunya enggak tercapai," ujar Fadli Zon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7).

Di sisi lain, pemerintah sebenarnya telah memiliki pengawas internal yang berfungsi mengingatkan pejabat terkait penggunaan anggaran negara. Misalnya, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Fadli menuturkan, terbitnya Perpres Antikriminalisasi tidak mesti dianggap BPKP tak bekerja efektif. Alih-alih demikian, kata Fadli, BPKP dan pengawas internal lainnya mesti disertakan dalam teknis Perpres tersebut. Ini agar dapat dipilah, mana yang termasuk delik korupsi dan mana yang hanya keteledoran administratif.

"Jadi jangan sampai masalah administratif teknis mengalahkan masalah substansi dan pembangunan selama tidak ada korupsi. Kan masalah teknis administratif ini jangan dijadikan korupsi juga," papar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement