Senin 06 Jul 2015 20:47 WIB

Perempuan Berisiko Alami Pelecehan Saat Bencana

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ilham
  Sejumlah korban bencana (ilustrasi)
Sejumlah korban bencana (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- United Nations Population Fund (UNFPA) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan tingkat kerentanan perempuan, anak perempuan, dan remaja meningkat dalam situasi bencana. Termasuk berisiko mengalami pelecehan seksual.

Direktur Eksekutif UNFPA, Babatunde Osotimehin mengatakan, pada situasi bencana, perempuan dan anak perempuan menghadapi risiko yang lebih besar terhadap eksploitasi, pelecehan seksual, kekerasan, hingga kawin paksa. Belum lagi penyakit yang berhubungan dengan kesehatan dan reproduksi, serta kematian akibat kurangnya perlindungan. Ini diperparah dengan tidak adanya pengiriman bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

“Ketika krisis terjadi, bantuan kemanusiaan harus cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi korban. Perempuan dan remaja memerlukan bantuan khusus dan itu harus dilakukan sejak awal terjadinya bencana sampai masa pemulihan,” ujarnya saat konferensi pers acara UNFPA bertema 'Melindungi Penduduk Rentan Dalam Situasi Bencana', di Jakarta, Senin (6/7).

Sementara itu, Kepala Perwakilan UNFPA di Indonesia, Jose Ferraris memaparkan data bahwa dalam situasi bencana di Indonesia diperkirakan 25 persen dari penduduk yang terkena bencana adalah perempuan usia subur. Sementara diperkirakan sekitar empat persen dari penduduk perempuan berusia subur tersebut sedang hamil dan 15-20 persen diantaranya mengalami komplikasi kehamilan.

“Dengan statistik tersebut diperkirakan selalu ada perempuan yang hamil dan melahirkan pada saat terjadinya bencana,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya berkomitmen untuk mempromosikan hak-hak reproduksi, termasuk memastikan layanan kesehatan reproduksi yang tersedia di saat terjadinya bencana. Sejak tahun 2007 lalu, UNFPA Indonesia telah menerapkan kesehatan reproduksi dalam program kemanusiaan yang disebut paket pelayanan awal minimum (PPAM).

Program tersebut, dia melanjutkan, juga telah diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk membantu mengurangi risiko. Hal itu terkait dengan layanan kesehatan reproduksi pada saat krisis kemanusiaan dan masa tanggap darurat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement