REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) menuai kritikan karena dianggap minim sosialisasi di masyarakat. Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Elvyn G Masassya mengatakan, hal itu disebabkan karena waktu yang sangat sedikit.
"Peraturannya kan baru keluar 30 Juni, sementara implementasi 1 Juli, jadi waktunya cuma ada 24 jam," kata Elvyn usai rapat dengar pendapat dengan Komisi IX di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/7).
Elvyn mengatakan, PP tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Meski begitu, ia mengaku polemik yang terjadi saat ini dapat menjadi catatan bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi.
"Undang-undangnya harusnya dipahami sejak lama, sejak 2004. Hikmahnya, ada kesempatan untuk lakukan review kembali terhadap peraturan pemerintah itu," ujarnya.
Ia pun membantah kabar yang menyebutkan bahwa proses pembahasan dan pembentukan PP JHT tidak melibatkan serikat pekerja. Meski pembuatan PP tersebut merupakan wewenang pemerintah, namun Elvyn mengaku aspirasi seluruh pihak termasuk representasi pekerja sudah didengar.
"Regulasi itu kewenangan pemerintah. Tapi, saya yakin seluruh pihak aspirasinya sudah didengar. Sekarang ada namanya dewan jaminan sosial nasional di dalam sana ada representasi pekerja, pengusaha, pemerintah. Bahkan, di BPJS Ketenagakerjaan di dewan pengawas ada representasi dari pekerja," jelas Elvyn.