Ahad 05 Jul 2015 17:13 WIB

Purwakarta Terapkan Maghrib Tanpa TV

Rep: ita nina winarsih/ Red: Agus Yulianto
Tayangan televisi yang tidak sehat untuk ditonton publik.  (ilustrasi)
Foto: Antara/Agus Bebeng
Tayangan televisi yang tidak sehat untuk ditonton publik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pemkab Purwakarta mengeluarkan kebijakan yang lain dan nyeleneh. Kebijakan itu adalah saat Maghrib tanpa televisi. Maksudnya, rentang waktu antara Maghrib sampai Isya, warga di wilayah ini dilarang menyalakan televisi. “Tujuannya, supaya anak-anak bisa menggiatkan lagi mengaji selepas maghrib dan belajar,” kata Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, Ahad (5/7)

Dedi mengatakan, saat ini, kebiasaan anak-anak mengaji selepas Maghrib sudah menurun drastis. Kondisi itu, disebabkan oleh kehadiran televisi. Karena itu, pemkab mengatur supaya saat Maghrib sampai Isya, anak-anak ini tanpa televisi.

“Tayangan televisi ini, sangat tidak baik untuk anak-anak. Makanya, kami melarang mereka nonton televisi,” ujar Dedi, kepada Republika Online.

Makanya, kebijakan ini sudah disosialisasikan ke seluruh desa. Termasuk, memanggil perangkat desa. Seperti, kepala desa, ketua RT dan RW. Supaya, mereka bisa mengabarkannya ke masyarakat.

Dikatakan Dedi, kebijakan ini akan berhasil, bila peran kepala desa sampai ketua RT bisa berjalan dengan optimal. Dengan kata lain, perangkat desa ini sekarang harus pro aktif, dalam menyampaikan kebijakan itu ke masyarakat.

Dengan cara ini, diharapkan anak-anak usia sekolah gemar lagi mengaji dan belajar. Jangan sampai, mereka hanya memantengi televisi tersebut.  “Peran orang tua juga lebih penting. Kami berharap, orang tua di rumah bisa melaksanakan kebijakan ini,” ujar Dedi.

Menurut Dedi, sampai saat ini, kebijakan tersebut masih bersifat himbauan. Namun, ke depan bisa saja statusnya berubah. Bisa jadi peraturan bupati ataupun peraturan daerah. Mengingat, kebijakan ini sangat penting. Terutama, dalam mendorong minat anak-anak untuk giat mengaji di mushala ataupun masjid dalam rentang waktu dari Maghrib hingga Isya.

Dadang Jakaria (35), Kepala Desa Cilandak, Kecamatan Cibatu, mengaku, sejak dua tahun terakhir, di wilayah ini sudah mengaplikasikan kebijakan bupati tersebut. Saat ini, dari 1.800 kepala keluarga yang ada di wilayahnya, 60 persennya telah menjalankan kebijakan itu.

Dengan kata lain, mayoritas penduduk di desa ini sudah menjalankan kebijakan maghrib tanpa televisi. “Sudah berjalan, tapi belum semuanya,” ujar Dadang.

Warga yang belum memahami kebijakan itu, di antaranya kaum urban dan para penghuni kontrakan. Mereka, belum bisa menyeseuaikan dengan kebijakan dari bupati tersebut. Tetapi, untuk penduduk asli sudah bisa mengaplikasikannya.

Indikatornya, yaitu setiap memasuki waktu shalat Maghrib hingga Isya, anak-anak usia lima tahun sampai kelas enam SD mayoritas berada di mushala dan masjid. Mereka, mengikuti shalat maghrib, lalu dilanjutkan dengan belajar mengajir Alquran. Jadi, anak-anak ini tidak menonton televisi di rentang waktu tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement