REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN - Polda DIY menetapkan wakil direktur (Wadir) RS Bhayangkara Polda DIY, Syah Rizal Syam Pohan atau SRSP (45) ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 18 Juni lalu. Keputusan ini ditetapkan setelah tahun lalu SRSP melakukan penipuan kepada beberapa warga.
Adapun modus penipuan, dapat memasukan warga menjadi anggota polisi dengan syarat membayar sejumlah uang.
Namun setelah warga membayar sejumlah uang, mereka tidak juga menerima panggilan sebagai anggota polisi. Bahkan uang yang sudah mereka berikan tidak dikembalikan. Karena itu para korban melaporkannya ke Polda DIY dengan nomer LP/592/XIII/2014/DIY/SPKT, tertanggal 12 Agustus 2014.
Atas pengaduan itu Polda bermaksud melakukan pemeriksaan kepada SRSP. Namun sejak dilaporkan yang bersangkutan menghilang dan belum ditemukan hingga sekarang. Alamat terakhir SRSP yaitu Jalan Kaliurang KM 05 CT III No 66 RT 11 RW 004 Caturtunggal, Depok, Sleman.
“Karena itu kami menetapkan sebagai DPO dalam kasus tersebut,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda DIY Kombes Pol Hudit Wahyudi saat ungkap kasus curat dan penipuan di Mapolda DIY Jl Ringroad Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Jumat (3/7).
Hudit menjelaskan penetapan DPO ini merupakan pelaksanaam intruksi pimpinan untuk menindak tegas dan membersihkan korps kepolisian dari oknum yang menyalahgunaan kewenangan. “Kami meminta pada warga yang mengetahui keberadaan SRSP agar dapat memberitahukannya pada Polda DIY atau kepolisian terdekat,” tutur Hudit.
Menurutnya, berdasarkan laporan para korban, penipuan menyebabkan mereka rugi ratusan juta rupiah. Maka itu, keterangan SRSP sangat penting untuk mengungkap kasus tersebut. SRSP dijerat pasal 378 KUHP tentang penipuan atau 373 KUHP tentang pengelapan.
Selain menetapkan DPO, Polda DIY juga menetapkan oknum anggota Polda DIY, dengan inisial Kompol LS (54) sebagai tersangka dalam kasus penipuan terhadap warga Grogol IX RT 27 Parangtritis, Kretek Bantul, Okta Nurastuti (26). Modusnya menjanjikan dapat memasukan Okta menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) di wilayah DIY, pada 13 Desember 2013 dengan syarat membayar Rp 90 juta.
Tapi setelah membayar uang, Okta tidak kunjung menjadi CPNS seperti yang dijanjikan. Okta kemudian melaporkan hal tersebut pada Polda DIY, 15 Juni 2015.
Hudit Wahyudi mengatakan akan melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Namun karena LS merupakan anggota polisi aktif, pemeriksaan awal dilakukan oleh bidang profesi dan keamanan (propram) Polda DIY. Setelah itu, penyidik baru membuat administrasi penyelidikan dan melakukan pemeriksaan.
“Dari hasil memeriksa saksi dan mengumpulkan barang bukti, kami menetapkan LS sebagai tersangka dalam kasus ini,” ujar Hudit Wahyudi.
Ia menjelaskan jika hasil pemeriksaan menunjukan LS bersalah, kepolisian akan melakukan penangkapan dan menahan LS di rumah tahanan Polda DIY. Tujuan penahanan adalah untuk mengembangkan perkara.
Adapun barang bukti yang telah dikumpulkan, di antaranya surat pernyataan LS menerima uang tersebut dari orang tua dari Okta Nuriastuti, Sukamto, sebesar Rp 40 juta, satu lembar bukti setoran tunai bank Mandiri, dan empat lembar struk ATM.
Dalam kasus ini LS dijerat dengan pasal 378 KUHP dan 372 KUHP, dengan acaman hukuman masing-masing empat tahun penjara.
Kabid Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti meminta agar warga lebih hati-hati dan tidak terpengaruh oleh anggota Polri ataupun siapa saja yang menawarkan pekerjaan dengan syarat membayar. Jika ada yang menawarkan hal semacam itu, Anny mengimbau agar warga mau melaporkannya ke polisi.