Sabtu 04 Jul 2015 21:25 WIB

PBB Khawatir Pilkada Serentak Ganggu Stabilitas Politik

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Pendaftaran Kepengurusan Partai. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra beserta sejumlah politisi PBB usai bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly di Kemenkumham, Jakarta, Selasa (30/6). (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Pendaftaran Kepengurusan Partai. Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra beserta sejumlah politisi PBB usai bertemu dengan Menkumham Yasonna Laoly di Kemenkumham, Jakarta, Selasa (30/6). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Bulan Bintang (PBB) menyarankan pemerintah untuk memundurkan jadwal Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2015. Sebab, jika dipaksakan, pesta demokrasi di tingkat daerah itu berpotensi mengancam stabilitas politik nasional.

Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra menilai potensi paling rentan muncul pascapelaksanaan, yaitu jika terjadi sengketa. Sebab, belum ada lembaga peradilan yang berwenang mengadili sengketa hasil Pilkada.

"MK (Mahkamah Konstitusi) tidak berwenang mengadili sengketa Pilkada. Tapi ini penyelesaian dikembalikan lagi ke MK," ujarnya usai buka bersama jajaran DPP PBB, Jakarta, Sabtu (4/7).

Mantan menteri hukum dan peraturan perundang-undangan itu menjelaskan, Pilkada sebenarnya bukan bagian dari rezim Pemilu. Itu kata dia sudah diputuskan oleh MK 2014, yang menyatakan Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD.

Sementara soal pemilihan kepala daerah, tak diterangka dalam Pasal 23 UUD 1945 tersebut. Karena tidak masuk dalam rezim Pemilu, dikatakan Yusril, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun tak berwenang untuk menyelenggarakan Pilkada 2015. Sebab, KPU dikatakan UUD 1945 hanya diminta untuk melaksanakan Pemilu, bukan pemilihan kepala daerah.

Yusril melanjutkan, MK, dalam putusan 2014, juga menyatakan, tak berhak menjadi pengadil kalau peserta Pilkada 2015 bersengketa. Namun, dikatakan Yusril, UU nomor 8/2015 malah mendesak MK sebagai pengadil dalam perkara perselisihan hasil Pilkada.

Persoalannya, kata dia, jika pun dikembalikan ke MK, bagaimana mengandalkan sembilan Hakim Konstitusi, untuk menangani perselisihan Pilkada. KPU merencanakan untuk menggelar pilkada serentak tahap awal di 269 provinsi, kabupaten dan kota.

Dikatakan Yusril, jika setengah dari 269 daerah terlaksana Pilkada saja bersengketa, bagaimana sembilan hakim konstitusi memutuskan perselisihan dengan waktu penyelesaian hanya 45 hari. Menurut Yusril, keadaan tersebut, akan sulit mencari keadilan dan tak menjamin adanya kepastian hukum.

"Dan ini akan memunculkan persoalan baru. Dan kalau persoalan baru ini tertumpuk-tumpuk, akan sangat berbahaya bagi kondisi dan stabilitas politik nasional," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement