Sabtu 04 Jul 2015 11:19 WIB

Meski Ramadhan, Pencegahan Paham Radikalisme tak Boleh Berhenti

Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.
Foto: Republika/Wihdan H
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Ramadhan kali ini aktivitas radikalisme dan terorisme cenderung menurun. Meskipun begitu, upaya antisipasinya tidak boleh berhenti. "Antisipasi dan pencegahan paham tersebut tidak boleh berhenti, apa pun keadaannya," kata Guru Besar Ilmu Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk MSi.

Justru, menurut Hamdi, kewaspadaan harus lebih ditingkatkan. Karena seseorang yang sudah terpengaruh paham radikal tidak akan dengan mudah mengubah pendiriannya.

"Jangan sekali-kali lengah, karena tingkat radikalisme para pengikut gerakan itu sudah tertanam dalam isi kepala, hati, dan sikap dia. Kalau belum dilakukan deradikalisasi, jangan harap mereka akan sadar," kata dia.

Menurut Hamdi, saat ini kesempatan kelompok radikal melakukan aksi sangat sulit, seiring dengan semakin intensifnya langkah-langkah pencegahan radikalisme dan terorisme yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta upaya penindakan yang dilakukan Densus 88 Polri.

"Apa yang dilakukan BNPT dan Densus 88 sudah cukup efektif, meski harus terus ditingkatkan. Saat ini, dari kacamata saya, para pengikut paham radikalisme dan terorisme itu tidak bisa bebas bergerak karena sejauh ini aparat berhasil melakukan pembekuan dan memantau gerakan mereka secara intensif," papar dia.

Namun, lanjut Hamdi, pekerjaan kontraradikalisme dan terorisme tidak akan pernah selesai. Karena ideologi yang menjustifikasi mereka menjadi radikal itu memang ada. Seperti paham-paham radikalisme yang dibuat Salafy Jihadi dan Abdullah Azzam.

"Selagi buku-buku karangan mereka untuk menyebarkan ajaran itu masih ada, maka paham radikalisme dan terorisme akan tetap mengancam kedamaian di muka bumi," katanya.

Terbukti, lanjut Hamdi, gerakan-gerakan radikalisme terus bermunculan. Setelah era Jemaah Islamiyah (JI) dan Alqaidah, kini muncul gerakan yang lebih radikal yaitu Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Itu adalah bukti radikalisme dan terorisme akan terus berkembang dalam perjalanan peradaban di dunia ini.

Ia mengatakan, upaya pencegahan dan deradikalisasi bagi mantan pelaku teroris harus digalakkan untuk mencegah meledaknya aksi-aksi brutal yang bisa timbul dari pelaku radikalisme dan terorisme.

"Artinya, pekerjaan kontraradikalisme akan berlangsung panjang. Ibarat tumbuhan, kita tidak boleh membiarkan lahan mereka menjadi subur," kata Hamdi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement