Rabu 01 Jul 2015 17:59 WIB

Cuaca Semakin Kering, Titik Api Meningkat

Rep: RR Laeny Sulistywati/ Red: Indira Rezkisari
  Asap yang disebabkan titik api terlihat di sebuah lahan kawasan Riau, Rabu (17/9).  (Antara/Wahyu Putro)
Asap yang disebabkan titik api terlihat di sebuah lahan kawasan Riau, Rabu (17/9). (Antara/Wahyu Putro)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Curah hujan di beberapa wilayah Indonesia semakin berkurang dan membuat kekeringan. Akibatnya, titik api di Provinsi Riau semakin meningkat.

Kepala Pusat Data dan Informasi Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, wilayah Jawa, Bali, NTB, NTT, Papua bagian selatan, Maluku bagian Selatan dan sebagian Sulawesi Selatan kondisinya kering. “Rata-rata curah hujan kurang dari 100 milimeter (mm) per bulan,” katanya, Rabu (1/7).

Bahkan, kata dia, di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan NTB curah hujannya kurang dari 50 mm. Curah hujan yang berkurang membuat beberapa daerah telah mengalami kekeringan.  Seperti Purbalingga, Gunungkidul, Wonogiri, Tuban, Bojonegoro, Boyolali, Lombok Utara, dan NTT. Sebagian besar wilayah di Sumatra juga kering hingga sedang. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kata dia, musim kemarau akan mencapai puncak pada September mendatang.

“Terbatasnya curah hujan di Riau juga telah menyebabkan titik api terus meningkat dalam beberapa hari terakhir,” katanya.  Dia menambahkan, pada Ahad (28/6), satelit Modis memantau 207 titik api di Sumatra. Dimana 71 titik api diantaranya berada di Riau yaitu di di Pelalawan 24, Rokan Hilir 18, Bengkalis sembilan, Inhil enam, Dumai lima, Siak tiga, dan Inhu tiga. Sementara di Kuansing, Meranti, Kampar masing-masing terdapat satu titik api.

“Luas lahan terbakar 142 hektare,” ujarnya.

Dia menjelaskan, petugas gabungan dari Manggala Agni, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri dan relawan telah berhasil memadamkan 69 hektare. Sedangkan 73 hektare belum dapat dipadamkan. Penyebab kebakaran adalah dibakar untuk pembersihan dan pembukaan lahan.

“Hujan buatan yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama BNPB dan TNI Angkatan Udara (AU) sejak Senin (22/6) hingga sekarang mengalami kendala tidak tersedianya awan-awan potensial di atmosfer yang layak untuk disemai dengan bahan NaCl,” katanya.

Kemudian pada Jumat (26/6) dan Sabtu (27/6) tidak dilakukan penerbangan menyemai awan. Hingga hari keenam pelaksanaan hujan buatan baru dilakukan empat kali penerbangan dengan menebarkan 9,2 ton bahan NaCl dengan pesawat terbang CN 295 TNI AU di ketinggian 11.000 - 13.000 kaki di wilayah Riau.

“Namun, berdasarkan pola titik api tahun 2006-2014 di Sumatra-Kalimantan, jumlah titik api akan terus meningkat hingga Oktober mendatang. Puncak titik api pada September,” ujarnya. Pihaknya meminta semua unsur, baik pemerintah, pemerintah daerah (pemda), dunia usaha, dan masyarakat untuk selalu mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement