REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK yakin Wali Kota Makassar periode 2004-2009 dan 2009-2014, Ilham Arief Sirajuddin akan kembali ke Tanah Air untuk melanjutkan perkaranya. Saat ini, Ilham sedang melakukan ibadah umrah.
"Saya tidak khawatir (Ilham tidak kembali ke Indonesia). Kalau dia beriktikad baik untuk menyelesaikan pokok berkaranya maka dia akan memenuhi panggilan KPK secepatnya," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain dalam diskusi media di gedung KPK Jakarta, Senin (29/6).
Senin ini, KPK memanggil Ilham sebagai tersangka, tapi berdasarkan surat yang diantarkan pengacaranya Rudy Alfonso, Ilham tidak bisa menghadiri pemeriksaan sebagai tersangka karena sedang menjalankan ibadah umrah. Padahal, Ilham sudah dicegah ke luar negeri oleh KPK sejak 25 Juni 2015 setelah ditetapkan lagi sebagai tersangka pada 10 Juni 2015.
Penetapan ulang Ilham sebagai tersangka karena pada 12 Mei 2015, hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan Ilham. Sehingga membatalkan penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabiliasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012.
"Kalau tidak (kembali), KPK akan mempertimbangkan langkah-langkah apa untuk orang seperti itu. Semua kemungkinan bisa terjadi, kita akan pertimbangkan langkah-langkah yang tepat untuk setiap orang yang kita proses. Mudah-mudahan ada kesadaran semua pihak untuk tidak bermanuver dengan hal-hal yang tidak perlu," tambah Zulkarnain.
Zulkarnain meminta agar Ilham menghadiri pemeriksaan sebagai tersangka agar dapat memberikan klarifikasi dalam kasus itu. "Agar pokok perkara cepat berlanjut, maka (IAS) diperiksa secara terbuka. Karena selama ini yang bersangkutan belum pernah diperiksa. Keterangan tersangka itu alat bukti, yang dipertanyakan penyidik kepada tersangka dari bukti-bukti yang sudah ditetapkan sebelumnya kita percepat tapi ini malah tersangka yang sepertinya tidak mau cepat," jelas Zulkarnain.
Pasal yang disangkakan kepada Ilham adalah pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
Politikus Partai Demokrat itu diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 38,1 miliar karena adanya sejumlah pembayaran digelembungkan oleh pihak pengelola dan pemerintah kota. Selain Ilham Arif Sirajuddin, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja sebagai tersangka kasus yang sama dan disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Badan Pemeriksa Keuangan pada 8 November 2012 menyerahkan data hasil audit perusahaan milik Pemkot Makassar itu kepada KPK. Hasil audit tersebut adalah ditemukan potensi kerugian negara dari kerja sama yang dilakukan PDAM dengan pihak swasta hinga mencapai Rp 520 miliar.