Jumat 26 Jun 2015 14:50 WIB
Ramadhan 2015

Ketika Baju Lebaran di Beringharjo tak Lagi Istimewa

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Indah Wulandari
 Pengunjung memadati Pasar Beringharjo untuk membeli pakaian batik saat mengunjungi Yogyakarta, Sabtu (31/12). Omzet penjualan pakaian batik selama musim liburan akhir tahun mengalami peningkatan 50-100 persen dibandingkan hari biasa.
Foto: Antara Foto
Pengunjung memadati Pasar Beringharjo untuk membeli pakaian batik saat mengunjungi Yogyakarta, Sabtu (31/12). Omzet penjualan pakaian batik selama musim liburan akhir tahun mengalami peningkatan 50-100 persen dibandingkan hari biasa.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pemandangan tak seperti biasanya terlihat di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

Para penjual baju, kain, dan tas tampak duduk-duduk sambil sesekali menawarkan jualannya pada pembeli yang melewati losnya.   Kebanyakan mereka ada yang membaca koran, ada yang mengobrol dengan sesama penjaga los.

Pembeli di Pasar Beringharjo juga tak banyak. Padahal biasanya kalau bulan Ramadhan, Pasar Beringharjo khususnya di bagian tekstil dan pakaian jadi penuh dengan pembeli.

‘’Tahun-tahun sebelumnya mulai bulan Ruwah  (sebulan sebelum puasa) sudah banyak pembeli kain,’’kata Sugino pemilik los ‘’Pak Dhe Tekstil’’ pada Republika, Jumat (26/6).  

Menurut Sugino, penyebab sepinya pembeli, di samping bulan puasa sekarang berbarengan dengan pendaftaran baru siswa.

"Di samping itu kemungkinan Lebaran sudah bukan hal yang istimewa lagi, atau mungkin juga karena ekonomi sedang lesu," ungkap dia.   

Sugino mengaku, penjualannya turun drastis, lebih dari 50 persen. Karena itu dia juga sudah sebulan tidak membeli kain ke sales kain tekstil dari Semarang yang selalu datang menawarkan kain baru seminggu sekali.

‘’Dulu setiap menjelang puasa seminggu sekali saya selalu kulakan tekstil. Tetapi sekarang paling sebulan sekali baru kulakan karena sepi pembeli,’’tuturnya.

Hal senada juga diakui Tini, salah seorang penjual baju Pasar Beringharjo. Biasanya dia setiap sebulan sekali kulakan ke Jakarta dan bila menjelang Lebaran seminggu sampai empat kali kulakan ke Solo.

Namun, sudah tiga bulan ini dia tak kulakan ke Jakarta dan kulakan ke Solo hanya seminggu sekali.

Tahun-tahun sebelumnya, kata Tini,  pelanggannya dari Cilacap  kalau awal puasa  sekali  membeli baju bisa mencapai Rp 8 juta.  Kali ini, pelanggannya itu tidak membeli padanya karena mengaku sebulan hanya mendapat hasil penjualan Rp 1,2 juta dan hanya bisa untuk menggaji karyawannya. 

‘’Biasanya saya kewalahan melayani pembeli. Sekarang karena tidak ada pembeli banyak santainya,’’kata Indri, salah seorang karyawan Tini menambahkan.

Menurut Tini, sepinya juga dialami oleh semua teman-teman sesama pedagang di pasar Beringharjo dan bahkan semua penjual barang dagangan apapun mengaku sepi pembeli.

‘’Menurut orang-orang,  ekonomi di Indonesia sedang melemah sehingga daya beli masyarakat tidak ada,’’ tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement