Jumat 26 Jun 2015 14:04 WIB

Indonesia Telah Keluar dari Daftar Hitam Dunia Pencucian Uang

Rep: c14/ Red: Bilal Ramadhan
Pencucian uang, ilustrasi
Pencucian uang, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang yang digelar International Cooperation Review Group (ICRG) pada 22-23 Juni 2015 di Brisbane, Australia, telah memutuskan untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam yang dibuat Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering.

Pertemuan itu diketuai Filipina, dengan anggota, yakni India, Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Sebelumnya, Indonesia telah menjalani review sejak Mei 2015. Hal itu disampaikan Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam keterangan pers yang digelar di Kantor Pusat PPATK, Jakarta, Jumat (26/6).

"Resmi kita dinyatakan, Indonesia sudah bersih, clear, tidak lagi masuk kategori di bawah pengawasan FATF," kata Muhammad Yusuf, Jumat (26/6).

Sejak Februari 2012 Indonesia dikategorikan ke dalam daftar hitam (black list) FATF. Ini lantaran Indonesia belum memiliki regulasi yang cukup memadai terkait pendanaan terorisme. Baru kemudian pada 2013, Indonesia memberlakukan UU No 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Namun, lantaran Indonesia saat itu hanya mematuhi dua dari tiga rekomendasi FATF, status Indonesia hanya diturunkan dari black list ke gray list. Adapun rekomendasi yang pertama, berkaitan dengan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ini, jelas Yusuf, sudah ada regulasinya di Indonesia yakni UU No 8/2010. Rekomendasi kedua terkait kriminalisasi pendanaan terorisme, yang sudah dijawab Indonesia dengan UU No 9/2013. Tinggal rekomendasi ketiga dari FATF yang belum dipatuhi Indonesia.

Yakni, komitmen FATF untuk membekukan tanpa ditunda-tunda semua aset milik organisasi yang berkaitan dengan terorisme. Adapun daftar organisasi itu, ungkap Yusuf, tercantum pada teks resolusi Dewan Keamanan PBB No 1267.

Yusuf menjelaskan, hal itu terjadi karena Indonesia, seperti banyak negara lainnya, tidak memberlakukan kebijakan bahwa apa pun putusan Dewan Keamanan PBB mesti lantas menjadi hukum positif di tingkat nasional.

Namun, sejak Februari 2015, lanjut Yusuf, Indonesia berhasil membuat Peraturan Bersama mengenai Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar Terduga Teroris. Yusuf mengungkapkan, dengan peraturan tersebut, per Mei 2015 telah dibekukan dana sebesar Rp 2.083.684.874 yang bersumber dari 26 rekening.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement