REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR bersikukuh merevisi UU KPK dengan dalih memperkuat lembaga anti rasuah tersebut. Peneliti Indonesia Legal Roudtabel (ILR) Erwin Natosmal Oemar menyebut argumentasi tersebut sebagai jebakan DPR.
Erwin menilai alasan penguatan lembaga itu hanya akal-akalan semata untuk mencapai tujuan sebenarnya para legislator. DPR berusaha menenggelamkan kewenangan dan keberadaan KPK.
"Publik jangan terjebak pada jebakan yang dilakukan oleh DPR. Padahal substansi yang diubah justru menenggelamkan atau memundurkan KPK ke depannya," katanya saat dihubungi ROL, Jumat (26/6).
Menurutnya, UU KPK saat ini tidak memerlukan revisi. Hanya saja DPR tetap 'ngotot' berusaha membatasi kewenangan KPK. Dari ini publik sudah bisa melihat sendiri perangai anggota dewan menuju pada pelemahan lembaga yang didirikan pada tahun 2003 ini.
Ia mengatakan DPR juga sebelumnya pernah melakukan jebakan-jebakan yang mengatasnamakan penguatan badan atau lembaga. Dicontohkan pada saat merevisi UU MD3 pada pertengahan 2014. Pada saat itu, jelasnya, DPR berargumentasi ingin memperkuat Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).
Namun pada kenyataan kemudian badan ini justru dilumpuhkan oleh lembaga legislatif sendiri. Selain itu juga bisa dilihat pada UU Pilkada yang dinilai juga hanya menguntungkan DPR saja. Pun patut dikhawatirkan upaya DPR ini justru akan berimplikasi pada pengurangan dukungan pada gerakan-gerakan anti korupsi.
"Kita tentu khawatir revisi UU KPK ini akan berimplikasi menurunnya gerakan anti korupsi karena semakin terbatas kewenangannya," ungkapnya.