Jumat 26 Jun 2015 12:59 WIB
Revisi UU KPK

'Ada Pertimbangan Politis DPR Ngotot Revisi UU KPK'

Rep: C26/ Red: Djibril Muhammad
Gedung KPK
Foto: Yogi Ardhi
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR terkesan terburu-buru untuk merevisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Pengamat hukum pidana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ahmad Bahiej menilai kemungkinan adanya pertimbangan politis yang menjadi latar belakang DPR 'ngotot' revisi UU KPK.

Ahmad mengatakan UU KPK hingga saat ini tidak bermasalah yang memgharuskannya diubah. Oleh karena itu ada unsur politik yang bermain agar revisi ini berjalan dan segera merubah wewenang KPK yang istimewa.

"Belum ada masalah di UU KPK yang kemudian harus direvisi. Kecuali ada kemungkinan pertimbangan politis yang membuat DPR terburu-buru ingin merevisinya," katanya saat dihubungi ROL, Kamis (25/6) malam.

Menurutnya, anggota DPR diduga merasa terancam dengan keberadaan KPK. Hingga akhirnya mencari jalan untuk melemahkan lembaga yang dibentuk pada 2003 ini. Revisi UU KPK pun akhirnya masuk dalam daftar Prolegnas 2015.

Ia menambahkan selama ini DPR dan pemerintah berdalih ingin memperbaiki kelembagaan KPK. Padahal hingga kini KPK juga masih bisa berjalan dan bekerja sesuai tanggung jawab dan kewenangannya.

Sementara, kata dia, DPR merasa kewenangan KPK terlalu berlebihan seperti pada hak penyadapan. Sebagai lembaga yang dibentuk secara khusus, maka sudah sepantasnya lembaga yang saat ini dipimpin Taufiqurrahman Ruki ini memiliki hak istimewa. Tentu saja harus berbeda dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Usulan revisi UU KPK sebenarnya sudah muncul sejak lama. Kini berhasil disetujui masuk Prolegnas dan mendapat dukungan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laoly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement