Jumat 26 Jun 2015 10:08 WIB

Tekan Kerugian, Industri di Jabar Libur Lebaran Lebih Dini

Rep: arie lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat mengunjungi pabrik tekstil PT Satya Sumba Cemerlang di Ranca Jigang, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Foto: Antara
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat mengunjungi pabrik tekstil PT Satya Sumba Cemerlang di Ranca Jigang, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --  Pelaku industri di Jawa Barat berencana meliburkan para pekerjanya lebih dini. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir resiko kerugian. “H-10 akan libur, perusahaan akan berhenti beroperasi," ujar Ketua Apindo Jabar Deddy Widjaja.

Deddy mengatakan, pelaku industri memilih meliburkan para pekerja lebih cepat dibandingkan tahun lalu. Kebijakan ini bukan atas instruksi pemerintah, namun atas keingin para pelaku.

"Kalau terus jalan, maka cost-nya tinggi dari biaya upah, uang makan dan lain-lain," katanya.

Meski dipercepat, kata dia, pihaknya tetap berkomitmen untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pekerja. Karena, hal ini merupakan sebuah rutinitas setiap tahun.

Apindo, kata dia, mengimbau kepada perusahaan yang kesulitan memberikan tunjangan tersebut untuk melakukan negosiasi kepada para buruh.

Sampai saat ini, menurut Deddy, pihaknya belum memiliki laporan perusahaan yang tidak sanggup memberikan THR. Namun perusahaan bisa mengkomunikasikan sendiri kepada buruh tanpa perlu melapor kepada asosiasi. "Secara umum, pemberian THR enggak ada masalah," katanya.

Menurutnya, dana pemberian THR berasal dari kenaikan angka penjualan. Kinerja penjualan meningkat terhitung H-12 Lebaran. Kata dia, meski penjualan meningkat, namun moment Lebaran tidak bisa dijadikan andalan utama. Karena, waktu yang tersedia sangat sempit hanya berkisar 2-3 pekan. "Growth-nya hanya bentuk kaget. Dan penjualan akan turun setelah Lebaran," katanya.

Untuk meningkatkan kinerja bisnis, kata dia, pihaknya lebih berharap keringanan pajak kepada pemerintah. Namun keinginan para pelaku kurang mendapat tanggapan positif dari pemerintah.

Pada tahun ini, menurut Deddy, pemerintah malah menggejot pendapatan pajak hingga 40 persen. Kebijakan tersebut dianggap kurang ideal mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang masih turun.

Selain pajak, kata dia, pelaku industri juga dihadapkan kenaikan bea ekspor. Hal ini dianggap penting demi meningkatkan daya saing produk. Pemerintah harus sadar, meski pajak digenjot namun selalu melenceng dari target. "Karena itu lebih bijaksana jika ada keringanan pajak suapaya sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement