REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mewanti-wanti kepada petugas pencatat nikah tidak melakukan pungutan liar (pungli) untuk mencari keuntungan pribadi. Petugas ini bukan pegawai Kemenag namun merupakan pihak ketiga yang terlibat dalam pencatatan pernikahan.
"Ada pihak ketiga yang ingin dapat keuntungan pribadi, misal oknum petugas dari ketua RT, RW, petugas pencatat nikah dan sebagainya," kata Lukman dalam keterangan resmi di gedung KPK, Kamis (25/6).
Kendati demikian, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga tak memungkiri masih ada oknum pegawai Kemenag yang melakukan pungli. Dari survei yang dilakukan oleh Kemenag, ada pegawai Kantor Urusan Agama hingga penghulu nikah dari beberapa daerah yang melakukannya.
"Kami survei dan sample. KPK juga melakukan hal yang sama. Tidak seluruh daerah, tapi kami mendapatkan contoh," kata Lukman.
Dalam pertemuan dengan Kemendagri dan KPK di gedung lembaga antikorupsi itu muncul beberapa solusi. Di antaranya membuat sistem informasi terpadu untuk segera diwujudkan. "Kami di Kemenag, sedang mengembang Simka, sistem informasi manajemen nikah," ujar dia.
Lukman menambahkan, sistem ini penting untuk mengintegrasikan dengan data kependudukan Kemendagri. Hal itu agar tidak terjadi penyalahgunaan seperti memalsukan data-data kependudukan.
Sementara itu Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengaku, KPK menerima banyak pengaduan dari masyarakat tentang banyaknya pungli dan juga gratifikasi yang diterima oknum penghulu dan kepala KUA. Setelah ditelisik, belum turunnya biaya transportasi dari Kemenag untuk penghulu memicu terjadinya pungli.
"Penyaluran yang seharusnya sebulan, ternyata baru enam bulan. Kita minta Kemenkeu untuk membahas itu," ujar dia.