Kamis 25 Jun 2015 17:29 WIB

KPK-Kemenag Temukan Masih Ada Penghulu Terima Gratifikasi

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai menemui Pelaksana tugas KPK Taufiequrachman Ruki di kantor KPK,Jakarta, Kamis (25/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai menemui Pelaksana tugas KPK Taufiequrachman Ruki di kantor KPK,Jakarta, Kamis (25/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK dan Kementerian Agama menilai masih ada penghulu sebagai pegawai negeri sipil yang menerima gratifikasi saat melaksanakan tugas.

"Kami lihat di lapangan pelaksanaan PP 48 tahun 2014 masih kurang bagus dan tersendat, jadi pertemuan ini demi memberikan pelayanan lebih baik untuk saudara kita yang mau nikah dan rujuk," kata pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki, Kamis (25/6).

Ruki bertemu dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin untuk membicarakan mengenai Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Yang Berlaku Pada Kementerian Agama.

"Intinya bagaimana PP 48/2014 lebih baik karena progressnya memang patut disyukuri yaitu makin sedikit para penghulu dan kepala KUA yang melakukan penyimpangan tapi jujur masih ada hal-hal yang tidak semestinya, maka pertemuan kali ini adalah untuk mencari solusi mengapa masih ada hal-hal yang tidak diharapkan di lapangan," kata Lukman.

Namun Lukman tidak mengungkapkan daerah mana saja ditemukan ada penghulu yang menerima gratifikasi karena pihaknya hanya melakukan survei secara acak.

Saat ini pihak Kemenag sedang mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) yang menyatukan semua data nikah seperti calon pengantin, lokasi pernikahan hingga siapa yang menikahkan.

"SIMKAH ini untuk mewujudkan saran KPK dan kehendak Kemendagri karena Kemendagri berkepentingan betul dengan data nikah itu terkait data kependudukan dan status nikah semua warga negara diperlukan karena kerap ada penyalahgunaan data," tambah Lukman.

Masalah lain adalah kendala pencairan PNBP yang baru dilakukan enam bulan, padahal seharusnya dilakukan sebulan sekali.

"Nikah di luar KUA dan luar jam kerja harus bayar Rp600 ribu sebagai biaya resmi yang masuk PNBP sedangkan kalau di kantor dan pada jam kerja gratis sama sekali. PNBP kami masih kendala karena pencairan ini terlambat oleh para penghulu sehingga seperti membuka peluang bagi munculnya gratifikasi," jelas Lukman.

Jika masyarakat menemukan ada penghulu yang masih menerima atau bahkan meminta gratifikasi maka dapat melaporkannya ke www.bimasislam.go.id.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement