REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini mengatakan seharusnya pemerintah melihat terlebih dahulu apakah ada kesesuaian atau tidak, antara Usulan Program Pengembangan Daerah Pemilihan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
"Kalau belum apa-apa sudah ditolak, itu sudah politis. Pemerintah seharusnya melihat dulu apakah UP2DP sesuai RPJM atau tidak," katanya di gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (25/6).
F-PKS, menurut dia, menyarankan agar pemerintah melihat dulu apakah UP2DP cocok atau tidak dengan RPJM sebelum mengambil kebijakan. Dia mengatakan apabila cocok, silakan pemerintah menjalankan. Namun, apabila tidak ada uang, jangan dipaksakan. "Kalau cocok silakan, tapi kalau tidak ada uangnya jangan dipaksakan," ujarnya.
Jazuli menjelaskan UP2DP sudah diputuskan dalam Rapat Paripurna dan berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Menurut dia, UP2DP bukan dana melainkan program, jadi seorang anggota DPR ketika reses di daerah pemilihannya ada aspirasi tentu harus disampaikan kepada pemerintah.
"Pada dasarnya harus cocok dengan program nasional pemerintah. Apabila sejalan dengan RPJM tentu pemerintah berhak mengakomodasi, tapi kalau tidak ya berhak menolak," katanya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno, mengatakan Presiden Joko Widodo menolak UP2DP senilai Rp 11,2 triliun per tahun yang diajukan DPR. Pratikno mengatakan DPR seharusnya memahami program pembangunan yang dijalankan pemerintah, yang bersumber dari Visi-Misi Presiden.
"Kalau pakai konsep dana aspirasi, bisa bertabrakan dengan visi-misi presiden. Bukan soal sulit atau tidak sulit, melainkan kita harus konsisten menjalankan sistem yang ada, dan kami minta DPR memahami," kata Pratikno.
Dia mengatakan seharusnya DPR memahami fungsi masing-masing institusi, yaitu pemerintah menjalankan fungsi eksekutif dan DPR sebagai badan legislatif yang menjalankan fungsi pengawasan dan anggaran.