REPUBLIKA.CO.ID, LANGKAT -- Permintaan gula aren atau gula merah buatan perajin Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, terus meningkat, terutama dari pedagang di Jakarta. Peningkatan itu guna memenuhi permintaan konsumen menjelang Idul Fitri 1436 Hijriah.
"Permintaan gula aren menjelang Lebaran ini cukup tinggi," kata Wawan salah seorang perajin gula aren di Desa Dogang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, di Gebang, Kamis (25/6).
Wawan menjelaskan permintaan komoditas gula aren itu dalam sebulan ini bisa mencapai satu ton, yang harus dipenuhi dengan harga Rp 20 ribu per kilogramnya. Gula aren (merah/murni) ini dibuat dari air nira yang diolah langsung dengan waktu yang cukup lama untuk menjadi gula merah, setelah siap dicetak baru dijual kepada pemesan.
"Ada juga gula aren yang tidak sepenuhnya berasal dari air nira, sebab dicampur dengan gula putih. Ini biasanya dibuat berdasarkan pesanan pedagang agar mereka bisa menjual dengan harga yang murah hingga Rp 14 ribu per kilogram," katanya.
Perajin ini menambahkan karena banyaknya permintaan komoditas gula aren (merah/murni), sehinga permintaan air nira juga semakin meningkat. "Rata-rata kebutuhan nira aren mencapai 400-500 liter per hari, untuk dijadikan gula aren, dan seterusnya diolah untuk dijadikan gula merah," sambungnya.
Sukar pemilik 600 batang pohon aren yang diambil airnya menjadi nira menjelaskan, permintaan gula aren kini semakin meningkat, baik menjelang Ramadhan, Lebaran maupun sesudahnya. "Kami sudah menerima permintaan air nira cukup tinggi dari pembuat gula, guna dijadikan gula untuk mereka kirim sesuai dengan permintaan ke Pulau Jawa, khususnya Jakarta," katanya.
Bila permintaan tinggi seperti ini, maka air nira tidak akan dijual kepada pemesan yang lain. Tapi kalau tidak ada permintaan buat gula maka dijual kepada pedagang lainnya. "Biasanya nira yang tidak dijadikan gula merah akan dijadikan oleh pedagang lain menjadi tuak," ungkapnya.
Air nira yang dipesan pedagang itu kepadanya dijual Rp 3.000 per liter, di mana oleh pedagang yang bersangkutan diolahnya menjadi tuak. "Tapi karena permintaan untuk air nira tinggi untuk dijadikan gula, permintaan itu yang harus kita penuhi sekarang ini," ujar Sukar.