Rabu 24 Jun 2015 16:55 WIB

Jalur Pendakian Gunung Slamet Masih Ditutup

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Yudha Manggala P Putra
Letusan abu akibat erupsi Gunung Slamet, terlihat dari Dusun Pratin, Desa Kutabawa, karangreja, Purbalingga, Jateng, Rabu (17/9)..   (foto : Idhad Zakaria)
Letusan abu akibat erupsi Gunung Slamet, terlihat dari Dusun Pratin, Desa Kutabawa, karangreja, Purbalingga, Jateng, Rabu (17/9).. (foto : Idhad Zakaria)

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -–  Pemerintah Kabupaten Purbalingga hingga saat ini masih menutup jalur pendakian Gunung Slamet. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), masih menetapkan gunung dengan ketinggian 3.428 mdpl tersebut, dalam status Waspada atau level II.

''Akibat penutupan yang berlangsung cukup lama tersebut, pendapatan berupa restribusi pendakian di pos Dusun Bambangan yang merupakan jalur resmi pendakian Gunung Slamet, sejak Januari 2015 hingga saat ini masih nol rupiah,'' jelas Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Prayitno, Rabu (24/6).

Meski demikian dia menyebutkan,  target PAD dari pos pendakian dusun Bambangan Desa Kutabawa Kecamatan Karangreja tersebut, memang kecil. Untuk tahun 2015 ini, hanya ditargetkan sebesar  Rp 14 juta.

''Karena itu, kami tidak mempermasalahkan masalah pendapatan yang masih nol rupiah. Demi keselamatan pendaki atau wisatawan, kami tetap mematuhi keputusan PVMBG untuk menutup seluruh aktivitas pendakian ke puncak Gunung Slamet,'' jelasnya.

Namun Prayitno juga mengakui,  dampak penutupan itu sebenarnya tidak hanya pada aspek PAD saja. Namun menyangkut aktivitas ekonomi sebagian warga yang mengandalkan berjualan barang atau kebutuhan bagi  para pendaki. Selama penutupan pendakian dilakukan, mereka  juga tidak mendapat penghasilan apapun.

''Biasanya, kedatangan para pendaki atau wisatawan akan membuat warung makan di sekitar pos Bambangan ramai. Begitu pula dengan penitipan kendaraan sepeda motor atau mobil. Praktis sejak penutupan pendakian dilakukan sejak lebih dari setahun lalu, warga yang yang tadinya berjualan warung makan juga tidak bisa mengandalkan pendapatan dari pendaki lagi,'' jelasnya.

Dijelaskan Prayitno, pendakian Gunung Slamet mulai ditutup sejak 10 Maret 2014. Saat itu PVMBG menaikan status gunung dari Level I (normal) ke level II (Waspada). Kemudian pada 30 April 2014 status gunung naik menjadi Level III (Siaga), dan pada 12 Mei 2014 diturunkan kembali menjadi Level II. Lagi-lagi pada 12 Agustus 2014 tingkat aktivitas Gunung Slamet dinaikan kembali menjadi Level III. Status Gunung Slamet kembali ke Level II (Waspada) mulai 5 Januari 2015 hingga saat ini.

Prayitno menambahkan, meski Gunung Slamet masih berstatus Waspada, namun aktivitas pariwisata di Purbalingga di kaki gunung Slamet sebenarnya aman. Untuk itu, wisatawan tidak perlu takut untuk berwisata obyek-obyek wisata tersebut.

''Seperti desa wisata Serang yang berjarak  enam kilometer dari pos Bambangan. Demikian juga dengan obyek wisata Goa Lawa. Untuk itu, selama libur Lebaran, masyarakat tak perlu ragu-ragu berkunjung ke obyek wisata tersebut. Kondisinya aman,'' jelasnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Purbalingga, Priyo Satmoko, mengakui dari laporan PVMBG yang diterimanya, aktivitas kegempaan Gunung Slamet memang masih terjadi. Dari pengukuran deformasi dan geokimia, Gunung Slamet masih berpotensi terjadi erupsi dengan ciri aliran lava, awan panas, lahar hujan, hujan abu lebat dan  lontaran batu pijar mulai sekitar kawah hingga radius dua kilometer dari pusat erupsi.

Sedangkan, di luar wilayah itu hanya berpotensi hujan abu atau adanya aliran lahar pada sungai-sungai yang berhulu di Gunung Slamet. ''Dengan demikian, kondisi obyek wisata di kaki Gunung Slamet, sejauh ini masih sangat aman. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement