Selasa 23 Jun 2015 19:35 WIB

KPK Harap Dana Aspirasi DPR tak Bermasalah

Rep: Issha Harruma/ Red: Karta Raharja Ucu
Suasana anggota DPR yang tengah mengikuti Sidang Paripurna Ke-33 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/6).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Suasana anggota DPR yang tengah mengikuti Sidang Paripurna Ke-33 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) menggelar rapat bersama KPKP untuk membahas UP2DP atau yang dikenal dengan dana aspirasi, Selasa (23/6). Wakil Ketua Tim UP2DP Muhammad Misbakhun mengatakan, pengawasan pelaksanaan program menjadi salah satu fokus utama dari KPK.

Mengutip pernyataan Zulkarnain yang mewakili KPK dalam pertemuan tersebut, Misbakhun mengatakan, jangan sampai tugas KPK yang sudah begitu berat dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi bertambah lagi, jika pelaksanaan program tersebut tidak berjalan bagus. "Soal mekanisme kontrol, KPK juga mengatakan bahwa selama ini kelemahan dari proses pembangunan itu adalah lemahnya pengawasan," kata Misbakhun usai rapat di gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/6).

Dalam pertemuan tersebut, lanjut Misbakhun, KPK juga memberikan rambu-rambu atau pedoman pelaksanaan agar program tersebut tidak menjadi masalah di kemudian hari. Ia pun menegaskan, DPR hanya sebagai pihak yang menyerap aspirasi masyarakat untuk kemudian disampaikan ke pemerintah melalui program pembangunan.

Pelaksana program tersebut, disebut Misbakhun adalah pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah karena menggunakan APBD. "Petunjuk pelaksanaan dan teknisnya murni kewenangan pemerintah. Yang menentukan patokan harga terhadap sebuah proyek A, B, C itu adalah pemerintah. Karena eksekutor dari program ini adalah pemerintah," jelasnya.

Ke depannya, politikus Partai Golkar itu mengatakan, KPK akan dilibatkan untuk memperkuat proses pengawasan. "Kita (DPR) bagian dari pengawasan. Kita paling sampaikan ke masyarakat bahwa 'proposalmu yang ini', kita earmarking di situnya," ujar Misbakhun.

"Makanya kita sepakati, kita hindari yang namanya duplikasi, kickback dan proyek yang sifatnya fiktif," kata anggota Komisi XI DPR itu lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement