Selasa 23 Jun 2015 04:14 WIB

Presiden Jokowi Diminta Evaluasi Kinerja Menteri BUMN

Seorang perempuan melintasi halaman Gedung BUMN di Jakarta, Rabu (17/12). (Antara/Wahyu Putro)
Seorang perempuan melintasi halaman Gedung BUMN di Jakarta, Rabu (17/12). (Antara/Wahyu Putro)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 48 triliun untuk beberapa BUMN dipertanyakan. Jika pengelolaannya tidak bisa dipertanggungjawabkan, dana tersebut berpotensi menjadi menjadi masalah nasional.

Koordinator Barisan akyat Anti Korupsi dan Kriminalisasi Hans Suta Widhya menyatakan, siapa pun bisa menjabat menteri BUMN kalau hanya mengandalkan modal negara. Menteri BUMN, kata dia, seharusnya cerdas dalam melakukan inovasi bisnis, bukannya malah memberatkan modal negara.

“Presiden Jokowi sebaiknya meminta laporan rutin untuk progress report nasib dana yang disalurkan kepada BUMN-BUMN itu, sebagai bagian dari penilaian kinerja para pembantunya,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/6).

Dia prihatin dan mempertanyakan, mengapa Presiden Jokowi mengizinkan dana yang seharusnya diberikan kepada rakyat, malah diberikan kepada BUMN. Apalagi, penggunaan PMN untuk membayar gaji direksi dan komisaris, namun pengajuan anggarannya tidak jelas. “Saya kira, di sini lah letak awal kekacauan ekonomi sekarang ini,” cetus Hans.

Diakuinya, memang ada pengaruh global dalam perlambatan ekonomi nasional. Tetapi, lanjut dia, dalam ekonomi yang terpenting adalah 'kepercayaan rakyat'. Sayangnya, Menteri Rini malah menunjukkan sisi negatif pada awal menjabat. Bukannya merestrukturisasi, yang terjadi memberatkan perekonomian negara dengan menambah modal BUMN.

"Ia berniat menjual gedung BUMN, di sini saja Menteri Rini tidak paham filosofi dasar BUMN yang tidak sekadar korporasi, tapi BUMN di Indonesia dibentuk juga untuk mengkatalisator ekonomi nasional, “ kata Hans.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement