REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Legislator Kota Surabaya mendorong optimalisasi peran "Pos Curhat" yang ada di kantor kelurahan dan kecamatan guna mengatasi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Anggota komisi D DPRD Surabaya, Dyah Katarina mengatakan pos curhat yang anggotanya Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), selain mengantisipasi terjadinya KDRT, juga mengedukasi masyarakat supaya melaporkan dan memberikan wadah bagi mereka.
"Melalui Pos Curhat diharapkan masalah yang dihadapi korban KDRT bisa diselesaikan. Penanganan diharapkan hanya sampai Pos Curhat, tidak sampai ke Kepolisian. Misalnya, dengan mendatangkan penengah pak RT setempat," kata mantan Ketua Tim Penggerak PKK Surabaya ini, Ahad (21/6).
Dyah mengakui, untuk mendirikan Pos Curhat bukan persoalan mudah. Selain hanya berstatus relawan, para kader yang bergabung juga harus mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah. Para kader harus bisa menjadi pendengar. Kader tidak boleh nyalahkan atau menghakimi.
Selain itu, lanjut dia, untuk membentuk kader PKK yang mumpuni menangani kasus KDRT dalam Pos Curhat membutuhkan pendidikan khusus. Sebelumnya, PKK telah bekerja sama dengan Perguruan Tinggi guna mencetak kader tersebut.
Dyah mengatakan Pos Curhat yang didirikan PKK sekitar tahun 2008 tersebut kini dibawah pembinaan Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Kota Surabaya. Menurutnya, banyak warga terutama ibu-ibu yang memanfaatkan wadah tersebut guna menuntaskan persoalan keluaraga yang dihadapi.
"Kebanyakan yang curhat memang ibu-ibu, namun sebenranya semua lapisan masyarakat bisa memanfaatkannya," tegas Dyah.
Menurutnya, selama ini masyarakat masih mengartikan KDRT pada persoalan kekerasan secara fisik. Padahal, kekerasan bisa bersifat verbal, berupa makian atau cacian.
Ia mengakui Pos Curhat tidak mempunyai kewenangan untuk memanggil kedua belah pihak dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Biasanya, korban diarahkan untuk menyelesaikan masalahnya dengan beberapa saran yang diberikan oleh petugas Pos Curhat.