Sabtu 20 Jun 2015 13:49 WIB

Tak Naikan Usia Pernikahan, Putusan MK Mengecewakan

Pernikahan/ilustrasi
Pernikahan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengkritisi dan kecewa terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak mengabulkan putusan menaikkan batas usia perkawinan dari usia 16 menjadi 18 tahun.

"Putusan ini bertentangan dengan hari nurani kami. Artinya, MK bukan saja tidak peduli akan kesehatan dan perkembangan anak tapi juga menjerumuskan masa depan anak perempuan Indonesia," kata Wakil Ketua PKBI Atashendartini Habsjah dalam rilis, Sabtu (20/6).

Menurut Atashendartini, putusan MK itu mengandaskan mimpi anak-anak Indonesia untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Selain itu, ujar dia, hal itu dinilai juga berarti perjuangan mewujudkan Indonesia yang bebas perkawinan anak masih sangat panjang dan terjal.

PKBI menyatakan tidak dikabulkannya uji materi usia pernikahan anak perempuan dari 16 ke 18 tahun ini bagaikan sebuah pisau tajam bagi kehidupan anak Indonesia.

"Negara tidak mengakomodasi perlindungan hak hak anak untuk tumbuh, berkembang dan berkarya," ucapnya.

PKBI merupakan sebuah organisasi gerakan yang didirikan pada tahun 1957. PKBI memelopori gerakan Keluarga Berencana di Indonesia. Pada tahun 1970-an, PKBI juga memelopori sebuah gerakan bersama remaja yang disebut dengan Gerakan Remaja Bertanggung Jawab.

Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait dengan batasan usia minimal 16 tahun bagi perempuan untuk menikah.

"Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Jumat (19/6).

Permohonan ini diajukan oleh sejumlah aktivis perempuan, Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA), dan Yayasan Kesehatan Perempuan.

Mahkamah menilai kebutuhan untuk menentukan batasan usia perkawinan khususnya untuk perempuan adalah relatif menyesuaikan dengan perkembangan beragam aspek, baik itu aspek kesehatan hingga aspek sosial-ekonomi.

"Bahkan, tidak ada jaminan yang dapat memastikan bahwa dengan ditingkatkannya batas usia kawin untuk wanita dari 16 tahun menjadi 18 tahun, akan semakin mengurangi angka perceraian, menanggulangi permasalahan kesehatan, maupun meminimalkan permasalahan sosial lainnya," ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement