Jumat 19 Jun 2015 19:36 WIB

Warga Filipina Khawatir Jika Terjadi Konflik Bersenjata dengan Cina

Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.
Foto: AP
Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Delapan dari 10 warga Filipina khawatir sengketa wilayah di Laut Cina Selatan dapat menyebabkan konflik bersenjata dengan Cina, demikian hasil sebuah jajak pendapat independen yang dikeluarkan pada Jumat (19/6).

Badan-badan Pengamat Kondisi Sosial yang berbasis di Manila mengatakan sentimen itu telah membebani pikiran para warga sejak Filipina mundur dari situasi yang tegang dengan Cina terkait kendali lahan perikanan di sekitar Scarborough Shoal pada 2012.

Studi itu menunjukkan bahwa 84 persen dari 1.200 responden khawatir tentang kemungkinan konflik bersenjata dengan Cina. Sekitar setengah dari warga Filipina mengaku sangat khawatir sementara lebih dari sepertiganya mengaku agak khawatir.

Jajak pendapat yang sama telah dilakukan setiap tahun sejak 2012, dan pada setiap survei menunjukkan setidaknya 80 persen responden khawatir bahwa sengketa laut bisa meningkat menjadi konflik besar-besaran antara Filipina dan Cina.

"Itu hal yang wajar bagi kami untuk khawatir tentang konflik bersenjata karena faktanya konflik itu tidak menguntungkan siapa pun," kata juru bicara Kepresidenan Filipina Abigail Valte bereaksi terhadap hasil survei.

"Ini mengapa pemerintah kami terus mengupayakan cara-cara damai untuk menyelesaikan sengketa," ujar dia.

Kebuntuan terkait sengketa atas Scarborough Shoal berakhir dengan Pemerintah Cina mengambil kendali atas daerah penangkapan ikan, yang terletak 220 kilometer (140 mil) dari pulau utama Filipina, Luzon. Scarborough Shoal terletak 650 kilometer dari pulau Hainan, massa tanah utama terdekat milik Cina.

Cina dan Filipina juga terlibat dalam sengketa pulau-pulau lain dan terumbu karang di Laut Cina Selatan, di mana Filipina mencari arbitrase dari sebuah badan yang didukung PBB. Namun, Cina telah menolak untuk berpartisipasi dalam proses tersebut.

Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam dan Taiwan juga terlibat dalam klaim tumpang tindih atas kawasan itu, yang menjadi tuan rumah jalur pelayaran utama dan diyakini memiliki banyak cadangan mineral.

Pemerintah Cina telah menggenjot pembangunan pulau-pulau buatan di daerah sengketa untuk memperkuat klaim kedaulatannya atas sebagian besar wilayah laut, bahkan perairan dekat pantai tetangganya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement