REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Endemi Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, terus merenggut nyawa. Dalam periode enam bulan, Januari-Juni 2015 ini, tercatat 259 kasus, enam penderita balita meninggal dunia.
Kasus serangan DBD terakhir merenggut nyawa balita berusia 4,5 tahun, Faizatul Muna, warga Ngeboran, Desa Karangduren, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Korban terlambat ditangani sehingga kandungan trombosit menurun drastis.
''Keluarga korban kurang cepat dalam penanganan,'' kata Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL) Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Boyolali, Achmad Muzayin, Jumat (19/6).
Selain penanganan terlambat, kata Achmad, ada dua faktor yang bisa merenggut nyawa penderita DBD. Menurut dia, ketahanan tubuh penderita dan akibat keganasan virus dengue.
Dari tiga faktor tersebut, yang paling berbahaya adalah virus dengue. Untuk kasus di Kecamatan Sawit, pihaknya masih melakukan penelitian. Penyebab untuk kasus di Kecamatan Sawit masih dalam pengecekan.
Dari data DKK, tercatat selama bulan Januari-Juni 2015 ada 259 kasus dengan enam penderita meninggal dunia. Sedangkan tahun lalu, tercatat selama setahun ada 381 kasus dengan 12 penderita meninggal dunia. Untuk wilayah endemis di Boyolali terdapat 36 desa di 12 kecamatan.
Untuk pencegahan, P3PL masih berlakukan 3 M (Menguras, Membersihkan dan mengubur), penderita disarankan banyak minum air putih.
Serangan DBD serupa juga terjadi di Solo. Kurang dari lima bulan, DBD di sini juga merenggut enam nyawa. Total kasus DBD yang terjadi dalam kurun waktu yang sama tercatat 240 kasus.
Data DBD itu merujuk data yang disampaikan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPRD Solo belum lama ini.
Januari sampai Mei tercatat 240 orang terserang DBD. Enam orang meninggal. ''Itu data yang disampaikan dinas (Dinas Kesehatan Kota (DKK),'' kata Ketua Komisi IV DPRD Solo, Hartanti.
Hartanti mengatakan, DKK sudah melakukan upaya maksimal untuk memberantas DBD. Di antaranya, melalui fogging, sosialisasi keliling hingga membagikan abate. Namun, tetap saja jumlah warga terkena DBD cukup besar. Hartanti menilai, kesadaran warga untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) masih kurang.
Upaya menggiatkan sosialisasi PSN, Hartanti menyampaikan, DKK berencana menggalakkan sosialisasi PSN hingga tingkat RW (Rukun Warga). Setiap RW akan dikumpulkan 50 orang untuk diberikan sosialisasi. Anggaran kegiatan ini bakal diajukan dalam APBD 2016 sebesar Rp 590 juta untuk 601 RW.
Kepala DKK Solo, Siti Wahyuningsih, mengakui enam kasus kematian dan 240 kasus DBD hingga pekan Mei pertama terbilang tinggi. Tahun lalu, jumlah kasus DBD yang berakibat meninggal hanya belasan orang.
''Ya itu cukup tinggi mengingat belum sampai triwulan II,'' katanya.