REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meresmikan Pusat Layanan Autis untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak autis agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
"Pusat Layanan Autis memberikan perlindungan kepada anak autis dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak bulia dan sejahtera," kata Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo di Kulon Progo, Rabu (17/6).
Ia mengatakan pusat layanan autis DIY, diharapkan ke depan juga dapat melayani penderita autis yang berasal dari Jawa Tengah.
Pusat Pelayanan Autis diharapkan mampu memberikan beberapa bentuk layanan kepada autis yang meliputi layanan identifikasi dan asesmen, layanan intervensi terpadu, layanan intervensi pendidikan transisi, dan layanan umum berupa pendukung dan bersifat pengembangan dan pengabdian pada masyarakat.
Kepala Bidang Pendidikan Luar Biasa dan Pendidikan Dasar (PLB-Dikdas) Disdikpora DIY Didik Wardaya mengatakan penderita autis semakin banyak meski jumlah pastinya belum terdata. Hingga kini, penyebab autis juga belum diketahui. "Anak autis butuh perhatian serius. Mereka punya karakter berbeda sehingga membutuhkan tempat layanan yang berbeda pula," kata Didik.
Menurut Didik, pembangunan PLA DIY ini, menurut Didik, bertujuan untuk menjamin hak anak autis dalam tumbuh kembangnya agar bisa berpartisipasi optimal. Mereka juga akan terlindungi dari tindakan diskriminasi bahkan kekerasan. "Diharapkan ke depan PLA DIY bisa menjadi UPTD Disdikpora DIY. Sementara ini, penanganannya masih dipercayakan kepada kelompok kerja pelaksana tugas yang diangkat dengan SK Kepala Disdikpora DIY," katanya.
Kepala Subdirektorat Pembelajaran, Direktorat PK-LK Pendidikan Dasar Kemdikbud Praptono mengatakan anak autis harus dibawa ke tempat pelayanan yang memadai agar diketahui karakternya. Menurut Praptono, orang terdekat penderita autis harus mencari informasi seputar dunia autis sekaligus mempersiapkan kondisi psikologis mereka sehingga tetap semangat dalam memberikan pendampingan.
"Pada usia 5-10 tahun, anak autis harus diterapi berkelanjutan hingga mendapat layanan pendidikan, kemudian usia 10-15 tahun mulai dipikirkan kebutuhan pendidikan yang lebih tinggi," katanya.
Ia menegaskan PLA bukan merupakan lembaga pendidikan, melainkan pusat pelayanan, sehingga ke depan akan menjadi pusat informasi bagi anak autis. "PLA memberikan layanan dini, sebagai pusat transisi sebelum menempuh pendidikan formal hingga membantu anak autis dalam menghadapi kurikulum yang diadaptasikan," kata Praptono.