Selasa 16 Jun 2015 20:35 WIB

ASEAN Perlu Duduk Bareng Pecahkan Masalah Rohingya

Rep: C23/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pengungsi Rohingya di Aceh.
Foto: Ibtimes.co.uk
Pengungsi Rohingya di Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat Senior Bidang Kekerasan Nasional Habibie Center Rudi Sukandar menilai belum ada langkah esktensif atau langkah yang sifatnya luas untuk membantu menyelesaikan masalah terkait etnis Rohingya. Rohingya menurut dia tak bisa hanya dilihat sebagai masalah Bangladesh atau Myanmar, namun juga ASEAN.

"Kita perlu duduk bersama dan pecahkan masalah ini, serta lihat dari mana ini berawal (soal Rohingya). Karena ini semakin rumit dan rumit," ungkap Rudi dalam dialog "Talking ASEAN" dengan tema "ASEAN Response to the Rohingya Migrant Crisis"di Gedung Habibie Center, Selasa (16/6).

Karena menurutnya, umat Budha, terutama yang berada di Indonesia, bisa menjadi target kekerasan dari kelompok islam garis keras yang marah karena perlakuan Myanmar pada Rohingya.

Dalam diskusi, Rudi memperlihatkan sebuah dari ormas tertentu yang sedang melakukan demonstrasi menentang perlakuan Myanmar pada etnis muslim Rohingya.

Dalam foto yang dia unduh dari situs berita asing tersebut, para anggota ormas tampak membawa spanduk bertuliskan 'Kami Ingin Membunuh Kaum Budha di Myanmar' dan 'Kami Ingin ke Myanmar untuk Berjihad'.  Foto ini menjadi salah satu alasan kekhawatirannya pada semakin rumitnya persoalan Rohingya.

Dan untuk menyelesaikan masalah Rohingya, Rudi menyarankan agar tidak menempuh cara-cara militer. "Hal ini harus diselesaikan dengan cara-cara Asia, yaitu secara musyawarah dan mufakat," ucapnya.

Seperti diketahui, ribuan Muslim Rohingnya, keluar mencari suaka ke berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia. Indonesia akhirnya memutuskan untuk menampung selama setahun pengungsi Rohingya tinggal di Aceh.

Selain di Indonesia, negara yang menjadi tujuan migrasi Rohingya adalah Thailand dan Malaysia. Malaysia masih rela menampung, sedangkan Thailand menolak kedatangan Rohingya di negara mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement