REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Keputusan PDIP mengusung kembali duet petahana Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana dalam Pilwali Surabaya 2015 telah membuat susana kompetisi seketika senyap. Berbekal popularitas di atas angin dan dukungan PDIP sebagai partai ‘berkuasa’ di Surabaya, Risma-Whisnu diprediksi akan menang dengan mudah.
Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Haryadi berpendapat, jika secara legal formal PDIP benar-benar mengusung pasangan Risma dan Whisnu, pilwali Kota Surabaya boleh dianggap telah selesai. Berdasarkan studi dan penelitian yang ia lakukan, Haryadi berkesimpulan, jika pasangan petahana dengan popularitas jauh di atas rata-rata mencalonkan diri, sudah bisa dipastikan dia akan menang.
Menurut Haryadi, panggung kompetisi akan kembali dinamis, jika ada pesaing yang bisa “menggoyang” popularitas Risma. Hal itu bisa dilakukan, menurut dia, jika sang pesaing bisa menemukan celah kelemahan Risma. “Celah kelemahan dalam artian adalah cacat hukum dan atau cacat moral yang selama ini belum terkuak,” ujar Haryadi, Senin (15/5).
Jika memang Risma terbukti sosok tanpa cacat hukum atau cacat moral, Haryadi berkeyakinan penuh, kursi jabatan periode kedua sudah disegel oleh pasangan Risma-Whisnu. Terlebih menurut Haryadi, sosok Risma masih menjadi kecintaan media massa, mulai dari media arus utama tingkat nasional hingga media-media lokal dan media daring.
Jika kondisi sudah seperti ini dan tidak ada yang berani menantang pasangan Risma-Whisnu, menurut Haryadi, besar kemungkinan dalam pilwali Surabaya mendantang akan muncul calon bayangan. Kandidat tersebut, menurut Haryadi, akan dimunculkan oleh lingkaran pendukung Risma-Whisnu sebagai syarat agar pilwali bisaa berjalan.
Selain calon bayangan, Haryadi juga berteori, bisa jadi akan muncul kandidat yang maju berbekal kepentingan pragmatis. Menurut dia, tidak semua kompetitor yang maju punya motif menggapai kekuasaan. Mereka, menurut Haryadi, akan memanfaatkan itu sebagai momentum meraih keuntungan material.