Senin 15 Jun 2015 16:19 WIB

Petinggi IMF Temui JK, Bahas Utang?

Wapres Jusuf Kalla.
Foto: @Pak_JK
Wapres Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima Deputi Direktur Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Mitsuhiro Furusawa di Istana Wakil Presiden di Jakarta.

"Karena IMF minta ketemu, saya ingin mendengarkan dulu," kata Wapres di Jakarta, Senin (15/6).

Wapres mengakui, pertemuan tersebut bukan dalam rangka membicarakan utang pada IMF dan Indonesia tidak akan minta bantuan pada lembaga tersebut. "Ah tidak, kita tidak bicara utang pads IMF. IMF itu menjaga agar ekonomi dunia stabil, nah kalau ada negara-negara yang bermasalah itu dibantu. Seperti sekarang IMF membantu Yunani, Mesir, Nepal. Dulu waktu kita krisis 98 mereka juga bantu," kata Wapres.

Indonesia saat ini tidak lagi mempunyai utang pada lembaga tersebut. Utang Indonesia menurut Presiden Susilo Yudhoyono, yang memerintah Indonesia pada 2004-2014 sudah lunas sejak 2006 alias empat tahun mendahului tenggat waktu. Yudhoyono juga menyatakan, kebebasan Indonesia dari utang kepada IMF itu telah diumumkan kepada publik.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menjelaskan dalam terminologi ekonomi bahwa Indonesia tidak lagi berutang pada IMF, melainkan memiliki special drawing rights (SDR/semacam mata uang dalam IMF).

Kuota SDR dari IMF kepada Indonesia --begitu juga kepada negara lain anggota IMF-- sebanyak 2,8 miliar dolar Amerika Serikat ini merupakan dana cadangan yang bisa dipergunakan pemerintah dalam kondisi darurat. Semua anggota IMF juga memberikan sumbangan alias iuran wajib untuk kas IMF.

Data utang (padahal itu SDR) sebanyak 2,8 miliar dolar Amerika Serikat dari Indonesia kepada IMF juga dipakai beberapa petinggi negara ini untuk menyatakan bahwa Indonesia masih berhutang kepada IMF.

Berdasarkan Pasal Persetujuan IMF, IMF mengalokasikan SDR kepada seluruh negara anggota dalam proporsi kuota IMF mereka, untuk menyuplai mereka dengan likuiditas tambahan. Alokasi SDR Indonesia sendiri saat ini adalah sekitar 2,8 miliar dolar AS.

Berdasarkan peraturan akuntansi standar, alokasi SDR ini diperlakukan sebagai kewajiban asing BI, sementara kepemilikan terkait SDR dianggap sebagai aset luar negeri BI.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement