REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pembunuhan Angeline, bocah berusia delapan tahun di Bali, kini tengah menjadi perhatian publik. Kasus ini pun menunjukan jika selama ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara benar tata cara mengadopsi seorang anak.
Perlu diketahui, proses adopsi anak yang sah membutuhkan waktu yang cukup panjang, terlebih bila status pengadopsi merupakan pasangan warga negara asing (WNA) atau salah satunya WNA seperti yang terjadi pada Angeline.
Tata cara adopsi anak telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yang dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.
Peraturan tersebut menyebut bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan tidak boleh memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
Menurut persyaratan pengadopsian anak yang dilansir dari laman www.sayapibujakarta.org, persyaratan bagi calon orang tua angkat harus berumur minimal 30 tahun dan maksimal berusia 55 tahun berdasarkan bukti identitas diri yang sah.
Pasangan yang akan mengadopsi anak harus sudah menikah sekurang-kurang lima tahun yang dibuktikan dengan surat nikah atau akta perkawinan.
Saat mengadopsi, diharapkan pengadopsi belum mempunyai anak atau hanya memiliki seorang anak atau telah mengangkat seorang. Atau mereka yang divonis tidak mungkin mempunyai anak yang dibuktikan oleh Dokter Ahli Kandungan dari Rumah Sakit Pemerintah.
Pengadopsi juga harus mereka yang berasal dari keluarga mampu dalam hal ekonomi dibuktikan adanya surat keterangan dari tempat bekerja. Kemudian, harus berkelakuan baik, sehat jasmani dan rohani dan dalam keadaan sehat secara mental berdasarkan keterangan psikolog.
Adapun surat-surat yang perlu dilengkapi untuk adopsi adalah foto copy surat nikah suami-istri yang telah dilegalisir di kua tempat menikah, foto copy akte kelahiran suami-istri, surat berkelakuan baik dari kepolisian.
Selain itu, diperlukan juga surat keterangan ginekologi dari dokter ahli kandungan dari rumah sakit umum, surat keterangan sehat dari rumah sakit pemerintah/puskesmas, surat keterangan penghasilan, surat persetujuan dari pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri di atas meterai, surat pernyataan motivasi pengangkatan anak yang ditandatangani di atas meterai, kartu keluarga dan ktp yang telah dilegalisir di kelurahan.
Dalam kasus Angeline, persyaratan untuk pengangkatan sedikit rumit, lantaran ayah angkat Angeline merupakan pria berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Sehingga, selain melengkapi dokumen yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia, calon orang tua angkat juga harus mendapatkan izin dari negara asalnya. Selain itu, calon orang tua angkat yang WNA itu juga harus mendapatkan persetujuan dari keluarga suami atau istri yang dilegalisasi di negara asalnya.
Calon orang tua angkat juga harus membuat pernyataan resmi yang berisi kesediannya untuk melaporkan perkembangan anak kepada Kementerian Luar Negeri melalui perwakilan RI setempat setiap tahun hingga si anak berusia 18 tahun. Dia pun harus bersedia dikunjungi perwakilan RI setempat untuk melihat perkembangan anak sampai berusia 18 tahun.
Setelah segala dokumen berhasil dilengkapi, calon orang tua angkat baru bisa mengajukan permohonan izin pengasuhan anak kepada Kepala Instansi Sosial Provinsi dengan melampirkan seluruh persyaratan.
Kemudian, Kepala Instansi Sosial akan menugaskan pekerja sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak untuk menilai kelayakan calon orang tua angkat dengan melakukan kunjungan ke rumahnya.
Jika dinilai layak, Kepala Instansi Sosial Provinsi akan mengeluarkan Surat Izin Pengasuhan Sementara dan pekerja sosial akan melakukan bimbingan dan pengawasan selama pengasuhan sementara.
Setelah proses tersebut selesai, calon orang tua angkat mengajukan permohonan izin pengangkatan anak kepada Kepala Instansi Sosial Provinsi.
Pekerja sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak pun kembali melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui perkembangan calon anak angkat selama diasuh oleh calon orang tua angkat.
Dari hasil pengawasan dan penilaian kelayakan yang dilakukan oleh pekerja sosial terhadap calon orang tua angkat, Kepala Instansi akan membahas hasil penilaian dan kelengkapan berkas permohonan pengangkatan anak dengan Tim Pertimbangan Pengangkatan Anak di Provinsi yang terdiri dari perwakilan beberapa lembaga.
Lembaga itu antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat atau yang saat ini menjadi Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan.
Adapula wakil dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemenerian Kesehatan, Polri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, KPAI, Komnas Perlindungan Anak, dan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia.
Proses selanjutnya, Kepala Instansi Sosial akan mengeluarkan surat rekomendasi untuk izin pengangkatan anak agar dapat diproses lebih lanjut ke Kementerian Sosial.
Ketika berkas sudah diterima oleh Menteri Sosial atau diwakili oleh Direktur Pelayanan Sosial Anak, penilaian kelayakan calon orang tua angkat tersebut akan dibahas oleh Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (PIPA) di Kemensos.
Forum Tim PIPA akan mengeluarkan surat keputusan tentang pertimbangan pengangkatan anak. Kemudian Menteri Sosial mengeluarkan keputusan tentang izin pengangkatan anak untuk ditetapkan di pengadilan. Tapi jika permohonan ditolak, maka anak akan dikembalikan kepada Lembaga Pengasuhan Anak.
Pengajuan pengangkatan anak ke pengadilan dilakukan oleh calon orang tua angkat atau kuasanya dengan mendaftarkan permohonan pengangkatan anak ke pengadilan.
Jika pengadilan sudah menetapkan dan proses pengangkatan anak telah selesai, maka orang tua angkat harus melapor dan menyampaikan salinan penetapan pengadilan tersebut ke Kementerian Sosial dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten atau Kota.
Langkah terakhir, Kementerian Sosial akan mencatat dan mendokumentasikan pengangkatan anak tersebut. Barulah proses pengangkatan anak resmi secara hukum.